AS Larang Kaspersky, Pakar, Antivirus Tidak Penting -->

Iklan Cawako Sawahlunto

AS Larang Kaspersky, Pakar, Antivirus Tidak Penting

Selasa, 23 Juli 2024


ilustrasi


Jakarta – Ketika Pemerintah AS melarang operasional perusahaan antivirus Kaspersky karena dugaan pengaruh Rusia, banyak yang berpendapat bahwa klaim tersebut belum didukung bukti yang kuat. Namun, beberapa pakar berpendapat bahwa antivirus sebenarnya tidak terlalu penting.


Pada bulan Juni, Pemerintahan Joe Biden mengumumkan sanksi terhadap 12 eksekutif dan pejabat tinggi di Kaspersky Lab, perusahaan keamanan siber asal Rusia.


Sanksi ini diambil setelah Departemen Perdagangan AS melarang penjualan perangkat lunak antivirus Kaspersky di AS dengan alasan keamanan nasional.


“Tindakan ini terhadap pimpinan Kaspersky Lab menunjukkan komitmen kami untuk menjaga integritas dunia maya dan melindungi warga kami dari ancaman siber,” kata Brian E. Nelson, Wakil Menteri Keuangan untuk Terorisme dan Intelijen Keuangan, dalam pernyataannya, seperti dikutip dari The Verge.


Sanksi tersebut mencakup pembatasan bagi para eksekutif untuk memulai bisnis di AS, namun CEO dan pendiri Eugene Kaspersky serta perusahaan itu sendiri tidak termasuk dalam daftar sanksi. Kaspersky juga dilarang memberikan pembaruan antivirus dan basis kode kepada konsumen serta bisnis di AS mulai 30 September.


Departemen Perdagangan AS mendorong pengguna software Kaspersky untuk "segera beralih ke penyedia lain untuk mengurangi risiko terhadap data pribadi atau data sensitif mereka akibat kemungkinan kekurangan perlindungan keamanan siber."


Pada Sabtu (20/7), Kaspersky secara resmi mulai menghentikan operasionalnya di AS secara bertahap.


“Sesuai keputusan Departemen Perdagangan AS, Kaspersky telah menghentikan kontrak penjualan perangkat lunak antivirus dan produk keamanan siber di AS sebelum 20 Juli 2024,” ungkap perusahaan dalam pernyataannya pada Senin (22/7). “Mulai 20 Juli 2024, kami juga akan secara bertahap mengurangi operasi dan menghapus posisi yang berbasis di AS.”


Hingga 30 September, Kaspersky akan tetap memenuhi kewajibannya sesuai kontrak yang ada. Perusahaan juga mengusulkan sistem penilaian menyeluruh untuk memverifikasi solusi, memperbarui basis data, dan aturan deteksi ancaman oleh peninjau independen.


“Kaspersky berpendapat bahwa keputusan Departemen Perdagangan AS lebih dipengaruhi oleh situasi geopolitik daripada penilaian integritas solusi perusahaan, sehingga pengguna dan perusahaan di AS tidak mendapatkan perlindungan terbaik,” kata Kaspersky.


Kecurigaan Terhadap Kaspersky

Kaspersky, yang didirikan pada 1997, mengklaim melindungi lebih dari 1 miliar perangkat dan membantu lebih dari 220.000 klien korporat. Namun, kecurigaan terhadap perusahaan ini bukanlah hal baru, terutama di kalangan negara-negara NATO.


Pada 2017, laporan The Wall Street Journal mengungkap bahwa Rusia diduga mencuri informasi rahasia dari komputer pribadi kontraktor pemerintah AS yang menggunakan antivirus Kaspersky. Kaspersky membantah terlibat dalam insiden tersebut.


Pada tahun yang sama, Departemen Keamanan Dalam Negeri AS melarang lembaga federal menggunakan produk Kaspersky. Parlemen Uni Eropa juga memutuskan untuk melarang produk Kaspersky pada 2018, meski pada 2019, Komisi Uni Eropa menyatakan tidak memiliki bukti masalah terkait penggunaan produk Kaspersky.


**Apakah Antivirus Kaspersky Masih Perlu?**


Menurut Gunter Ollmann, CTO di firma keamanan siber IOActive, antivirus mungkin tidak terlalu efektif dalam menghadapi ancaman siber yang terus berkembang. “Dengan jutaan ancaman baru setiap bulan, teknologi antivirus seringkali tertinggal,” katanya.


Ollmann menyarankan untuk fokus pada teknologi lain seperti keamanan jaringan atau cloud sebagai solusi yang lebih efektif. “Sebagai teknologi keamanan yang berdiri sendiri, antivirus tidak lagi memenuhi kebutuhan,” tambahnya.


David Glance, Direktur UWA Centre for Software Practice di University of Western Australia, juga menekankan pentingnya menjaga ekosistem teknologi dan melakukan pembaruan software secara teratur. “Sistem operasi seperti iOS cenderung memiliki lebih sedikit masalah malware karena keamanan bawaannya dan pengawasan ketat terhadap aplikasi,” ujarnya. 


“Jika Anda selalu memperbarui aplikasi dan sistem operasi, menambahkan software antivirus mungkin tidak memberikan manfaat tambahan dan malah bisa meningkatkan risiko,” tutupnya.(des)