Harga Gula Naik, Petani Serukan Penetapan Harga Sesuai Mekanisme Pasar -->

Iklan Cawako Sawahlunto

Harga Gula Naik, Petani Serukan Penetapan Harga Sesuai Mekanisme Pasar

Senin, 01 Juli 2024

Petani tebu protes relaksasi harga gula konsumen


Jakarta – Para petani tebu memprotes kebijakan pemerintah yang memperpanjang relaksasi harga acuan pemerintah (HAP) gula untuk konsumen. Menurut mereka, seharusnya pemerintah lebih fokus pada harga pokok penjualan (HPP).


Saat ini, harga gula untuk konsumen berdasarkan HAP menjadi Rp17.500 per kilogram (kg), naik dari sebelumnya Rp16.000 per kg.


Ketua Umum Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI), Soemitro Samadikoen, berpendapat bahwa harga gula konsumsi seharusnya diserahkan kepada mekanisme pasar, sehingga harga yang terjadi adalah hasil kesepakatan antara produsen dan konsumen.


Menurutnya, intervensi yang tepat dari pemerintah adalah menjaga harga pasar terendah dengan menaikkan HPP gula. Kebijakan ini juga menjadi dasar untuk penetapan harga lelang antara petani tebu dan pabrik gula.


"Kalau dikaitkan dengan relaksasi (gula) seperti yang sering saya sampaikan di IDX Channel, sebenarnya kita tidak perlu pemerintah mengatur pasar dengan menerapkan regulasi HAP di tingkat konsumen," ujar Soemitro dalam Market Review di IDX Channel, Senin (1/7/2024).


"Karena pasar ini adalah kesepakatan antara penjual dan pembeli. Penjualnya adalah produsen, melalui pedagang. Pemerintah seharusnya mengatur HPP, bukan HAP," tambahnya.


Kebijakan HAP gula dapat diterapkan jika terjadi lonjakan harga yang anomali di pasaran. Bahkan, pemerintah bisa mengatasi kenaikan harga yang drastis dengan menyiapkan stok gula konsumsi.


Soemitro menyebutkan, kenaikan harga gula di tingkat konsumen terjadi karena kurangnya ketersediaan, ditambah pemerintah tidak memiliki stok atau cadangan gula nasional.


Oleh karena itu, ia menyarankan agar pemerintah segera memiliki cadangan gula nasional melalui BUMN pangan untuk mengantisipasi lonjakan harga gula di masa mendatang.


"Jika terjadi anomali lonjakan harga, ini penting. Pemerintah harus memiliki stok gula, jangan menyerahkan semuanya kepada pihak yang bukan di bawah kendali pemerintah," katanya.


"Bahkan, BUMN kita jika diberi izin impor atau membeli gula petani, jangan langsung dijual. Apa bedanya BUMN dan swasta? Kalau impor langsung jual. Sebaiknya impor ditahan dulu, digunakan nanti sebagai senjata ketika harga gula naik di pasar," jelasnya.


Soal harga jual, lanjut Soemitro, ongkos produksi di level petani masih sekitar Rp14.900. Sementara HPP gula sekitar Rp14.500 per kg. Dengan kata lain, harga produksi gula masih tinggi dibandingkan dengan HPP.


"Apakah harga jual kita sudah cukup? Jika kita bicara tentang kecukupan harga jual, ongkos produksi kita sekitar Rp14.900, sementara HPP kita Rp14.500, ini masih di bawah biaya produksi kita Rp14.900," tuturnya.(BY)