Komentar |
| ilustrasi |
Padang – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) RI menjelaskan alasan mengapa banyak perusahaan kelapa sawit di Indonesia belum berani memproduksi biodiesel sebagai bagian dari hilirisasi kelapa sawit.
“Pertama, faktor pasar. Semua industri hilirisasi berbasis komoditas agro masih menunggu kepastian dari EU Deforestation Free Regulation terkait produk ekspor Indonesia,” kata Pembina Industri pada Direktorat Industri Hasil Hutan dan Perkebunan Direktorat Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian, Jefrinaldi, di Padang, Sumatera Barat, Kamis.
Hal ini diungkapkannya dalam workshop bertema “Hilirisasi kelapa sawit menjadi produk oleopangan, oleokimia, dan biofuel: Peluang dan tantangan” di Padang.
Kemenperin meyakini bahwa jika kepastian terkait EU Deforestation Free Regulation telah didapat, hal ini akan menjadi berita baik bagi Indonesia dan berdampak positif terhadap hilirisasi dari tujuh komoditas di Tanah Air, termasuk kelapa sawit.
“Jika sudah ada kepastian dari EU Deforestation Free Regulation, ini akan menjadi berita baik bagi hilirisasi di Indonesia, terutama kelapa sawit,” ujarnya.
Di sisi lain, Jefrinaldi menyatakan bahwa isu atau pembahasan terkait EU Deforestation Free Regulation menjadi salah satu tantangan dalam hilirisasi kelapa sawit. Artinya, jika Indonesia ingin mengekspor produk hilirisasi, bahan baku yang digunakan tidak boleh merusak hutan.
Untuk mengatasi tantangan ini, pemerintah saat ini sedang dalam tahap pembicaraan antara Indonesia dengan Eropa. Diharapkan pembicaraan tersebut dapat menghasilkan solusi terbaik untuk peningkatan hilirisasi kelapa sawit.
Ia menambahkan bahwa pada tahun 2045, Kemenperin berupaya mencanangkan Indonesia Emas berbasis kelapa sawit. Artinya, pada tahun 2045, Indonesia akan berupaya memaksimalkan tiga produk hasil hilirisasi, yaitu oleopangan, oleokimia, dan biofuel. (des)