![]() |
Begini Kondisi Ekonomi Indonesia di Awal Kemerdekaan 1945 |
Jakarta - Pada awal kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, perekonomian negara ini menghadapi kondisi yang sangat kacau. Setelah proklamasi kemerdekaan, Indonesia mengalami berbagai masalah ekonomi, termasuk inflasi yang sangat tinggi.
Inflasi yang parah disebabkan oleh beredarnya beberapa mata uang secara bersamaan, yang mengakibatkan ketidakstabilan ekonomi. Situasi ini sulit dikendalikan oleh pemerintah yang baru saja merdeka dan masih harus mengatur negara setelah lepas dari penjajahan.
Menurut Jurnal Ekonomi-Bisnis yang diterbitkan pada tahun 2012, inflasi ekstrem atau hiperinflasi terjadi karena pemerintah kesulitan mengendalikan mata uang asing, seperti yang diterbitkan oleh Belanda dan Jepang. Selain itu, kas negara, bea cukai, dan pajak kosong, sementara pengeluaran negara terus meningkat.
Petani menjadi pihak yang paling terdampak oleh inflasi tinggi karena mereka banyak menyimpan mata uang Jepang. Belanda juga menutup pintu perdagangan Indonesia untuk mencegah ekspor, yang membuat masyarakat semakin frustrasi terhadap pemerintah Indonesia.
Berdasarkan informasi dari situs resmi Bank Indonesia, pemerintah akhirnya menetapkan tiga mata uang yang sah di Indonesia per 1 Oktober 1945: uang De Javasche Bank, mata uang pendudukan Jepang, dan mata uang Hindia Belanda.
Pada awal kemerdekaan, Indonesia belum dapat melaksanakan pembangunan ekonomi secara menyeluruh karena masih harus mempertahankan kemerdekaan hingga 1949. Fokus utama pemerintah saat itu adalah politik, dan baru pada tahun 1950 pembangunan ekonomi mulai dilaksanakan.
Pemerintah Terbitkan ORI
Belanda masih berusaha untuk menguasai kembali Indonesia melalui NICA (Netherlands Indies Civil Administration). Pada 6 Maret 1946, NICA memperkenalkan mata uangnya sendiri di wilayah yang diduduki, sebagai pengganti mata uang Jepang yang nilainya merosot. Langkah ini juga bertujuan untuk mengacaukan ekonomi Indonesia.
Untuk mengatasi tekanan ekonomi, pemerintah membentuk BNI (Bank Negara Indonesia) pada 5 Juli 1946, yang kemudian menerbitkan ORI (Oeang Republik Indonesia) pada 30 Oktober 1946. Menurut situs resmi Kementerian Keuangan, penerbitan pertama ORI mencantumkan tanggal emisi 17 Oktober 1945, menunjukkan proses panjang sebelum ORI dapat dicetak dan diterbitkan.
ORI diluncurkan untuk memulihkan perekonomian Indonesia dari hiperinflasi. Pada awalnya, masing-masing masyarakat hanya diberikan Rp 1. Namun, ORI belum dapat menjangkau seluruh wilayah karena keterbatasan sarana transportasi.
Sebelum ORI diperkenalkan secara resmi, pemerintah terlebih dahulu menarik peredaran mata uang Jepang dan Belanda melalui beberapa tahap, termasuk pembatasan penggunaan dan larangan membawa mata uang tersebut antar daerah.
Pada tahun 1947, pemerintah memberikan hak kepada beberapa daerah untuk mengeluarkan uangnya sendiri, yang dikenal dengan nama ORIDA (Oeang Republik Indonesia Daerah), karena penyebaran ORI yang belum merata dan situasi keamanan yang belum stabil di beberapa wilayah yang masih berada di bawah pengaruh Belanda.
Penyebab Ekonomi Indonesia Kacau di Awal Kemerdekaan
Salah satu penyebab utama keruntuhan ekonomi Indonesia pada awal kemerdekaan adalah ketidakstabilan politik. Selain itu, ketidakmampuan untuk mengelola berbagai sektor ekonomi yang sebelumnya dikelola kolonial juga berkontribusi terhadap masalah ini.
Indonesia juga kekurangan kas negara untuk mendukung pembangunan dan hanya mengandalkan sektor pertanian sebagai sumber pendapatan. Meskipun pengelolaan pertanian tidak sebaik di masa kolonial, sektor ini cukup untuk membantu Indonesia bertahan dari krisis.
Inflasi yang tidak terkendali dari mata uang Jepang memperburuk keadaan ekonomi, dengan mata uang Jepang yang beredar di Indonesia diperkirakan mencapai 4 miliar. Pemerintah Indonesia belum mampu menghapus mata uang Jepang karena belum memiliki mata uang sendiri sebagai penggantinya.
Di tengah blokade ekonomi dari Belanda, yang menghambat ekspor dan impor, pemerintah Indonesia mengatasi krisis dengan melaksanakan program pinjaman nasional, mendapatkan persetujuan dari BP-KNIP (Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat), dan melakukan diplomasi dengan India serta menjalin hubungan dagang internasional.
Kini, setelah 79 tahun kemerdekaan, perekonomian Indonesia menunjukkan pertumbuhan stabil sekitar 5% dengan inflasi yang terkendali. Pemerintah tetap waspada terhadap ketidakpastian ekonomi global dan situasi geopolitik.(BY)