Ironis, Mantan Ketum Atal S. Depari Dilarang Masuk ke Kantor PWI Pusat -->

Iklan Cawako Sawahlunto

Ironis, Mantan Ketum Atal S. Depari Dilarang Masuk ke Kantor PWI Pusat

Kamis, 26 September 2024
Para penjaga kantor PWI Pusat saat ini.


Jakarta, fajarsumbar.com - Pada Kamis (26/9), suasana tegang menyelimuti Gedung Dewan Pers, lantai 4, ketika mantan Ketua Umum PWI Pusat, Atal S. Depari, dilarang masuk ke kantor PWI Pusat, tempat yang dipimpinnya selama lima tahun, Kamis 26 September 2024.


Atal, yang datang untuk menghadiri acara Serikat Media Siber Indonesia (SMSI), berniat sekadar melihat kembali kantor yang pernah ia pimpin, namun mendapati kenyataan yang mengecewakan.


“Saya hanya ingin melihat suasana kantor dan sekretariat PWI, tapi dilarang masuk oleh Dadang Rahmat,” ungkap Atal dengan nada kecewa. 


Harapannya untuk sekadar bernostalgia berubah saat ia menemukan pintu utama ruang kantor terkunci rapat.


Atal mencoba menuju ruang sekretariat, namun ruangan tersebut juga terkunci, menegaskan jarak yang kini memisahkannya dari tempat yang penuh kenangan. 


"Ruang utama terkunci, saya ke ruang sekretariat, ternyata juga sama," tambahnya.


Meskipun dalam situasi sulit, Atal merasakan sedikit harapan ketika seorang anggota sekretariat berinisiatif membuka pintu. Meski pintu utama tetap tertutup, ia masih bisa mengintip bagian kecil dari tempat yang penuh sejarah baginya.


Situasi semakin dramatis saat Dadang Rahmat mengungkapkan bahwa penutupan akses diperintahkan langsung seseorang pengurus PWI Pusat. Ini mencerminkan perubahan besar di PWI Pusat, di mana Atal, yang dulunya memiliki kendali penuh, kini terhalang dari akses ke tempat yang pernah menjadi saksi kepemimpinannya.


Sementara itu, Hendry Ch. Bangun, telah dikeluarkan dari keanggotaan PWI oleh Dewan Kehormatan akibat pelanggaran terhadap aturan organisasi. Ketegangan internal ini menambah beban emosional bagi Atal, yang seharusnya bisa mengenang masa-masa kepemimpinannya dengan tenang.


Penolakan ini menunjukkan betapa dalamnya ketegangan yang kini menyelimuti PWI Pusat, di mana momen sederhana berujung menjadi simbol konflik yang masih membayangi organisasi.(*)