![]() |
Biaya transfer ke daerah meningkat 9 kali lipat |
Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan bahwa alokasi dana transfer ke daerah (TKD) dari APBN terus mengalami peningkatan signifikan selama dua dekade terakhir. Pada tahun 2004, TKD hanya sekitar Rp100 triliun, namun tahun ini angkanya telah mencapai Rp857 triliun, dan dalam RAPBN 2025 direncanakan melebihi Rp900 triliun.
Sri Mulyani menekankan bahwa peningkatan utang negara sejalan dengan kenaikan berbagai jenis belanja lainnya, termasuk dana yang ditransfer ke daerah.
“DPD pernah mempertanyakan mengenai utang. Jadi, ketika melihat utang naik, perlu juga melihat bahwa banyak pos belanja lain yang ikut naik, mungkin ini bisa menjadi penyeimbang,” ujar Sri Mulyani dalam rapat kerja dengan Komite IV DPD RI di Jakarta, Senin (2/9/2024).
“Kenaikan ini menggambarkan peningkatan lebih dari 9 kali lipat,” tambahnya.
Sri Mulyani menjelaskan bahwa sejak otonomi daerah diberlakukan, transfer ke daerah terus mengalami peningkatan.
Berbagai kebijakan dan Undang-Undang baru, seperti otonomi khusus Papua pada tahun 2002, otonomi khusus Aceh pada 2008, dan Papua Barat pada 2009, menjadi faktor penyebab peningkatan transfer tersebut.
Setiap kali kebijakan baru diperkenalkan, transfer ke daerah pun bertambah, sehingga APBN harus dikelola dengan lebih hati-hati.
Penguatan dan tata kelola APBD, menurutnya, masih perlu ditingkatkan. Meskipun transfer ke daerah meningkat, prioritas pengeluaran daerah harus disesuaikan dengan kemampuan APBN agar dampak pembangunan lebih optimal.
"Pengelolaan fiskal daerah harus terus diperbaiki, karena jika tidak, daerah hanya akan bergantung pada transfer dari pusat. Padahal, mereka sebenarnya memiliki sumber daya sendiri dan bisa berinovasi melalui APBD-nya," jelas Sri Mulyani.
Sri Mulyani juga mengingatkan daerah untuk menghindari masalah pengelolaan keuangan seperti yang terjadi di Amerika Latin, khususnya Brasil dan Argentina.
Di negara-negara tersebut, daerah melakukan ekspansi APBD tanpa disiplin, yang berdampak negatif pada kesehatan anggaran. Akibatnya, terjadi penurunan tajam pada APBN dan memicu krisis.
Berdasarkan data dari Kementerian Keuangan, transfer ke daerah menyerap porsi terbesar dari anggaran negara, diikuti oleh biaya bunga utang dan belanja barang.
Pada tahun 2015, saat Presiden Jokowi pertama kali menjabat, TKD mencapai Rp573,7 triliun. Pada akhir masa pemerintahannya tahun ini, transfer ke daerah dianggarkan sebesar Rp881 triliun, dan tahun depan ditargetkan mencapai Rp919 triliun.(BY)