Cara agar kelapa sawit RI diakui dunia |
Jakarta – Pemerintah terus mendorong percepatan sertifikasi perkebunan kelapa sawit berkelanjutan (ISPO) bagi para pelaku usaha di sektor ini. Langkah ini diambil agar kelapa sawit Indonesia mendapatkan pengakuan di tingkat global.
Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman, mengungkapkan bahwa sejak 2019, pemerintah telah menginisiasi penggunaan minyak sawit dalam program biodiesel. Dalam rangka mempercepat implementasi ISPO, Direktorat Jenderal Perkebunan bersama dengan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) mengadakan berbagai kegiatan, salah satunya pada Perkebunan Indonesia Expo (Bunex) 2024.
Plt. Direktur Jenderal Perkebunan, Heru Tri Widarto, menyatakan bahwa industri kelapa sawit memberikan kontribusi yang signifikan bagi ekonomi Indonesia. Namun, untuk dapat bersaing di pasar internasional, diperlukan pemenuhan standar ISPO, terutama terkait aspek keberlanjutan yang saat ini menjadi perhatian dunia.
Salah satu upaya Direktorat Jenderal Perkebunan adalah dengan mengadakan Focus Group Discussion (FGD) bertema “Percepatan Sertifikasi ISPO Bagi Para Pelaku Usaha Perkebunan Kelapa Sawit Melalui Pendekatan Yurisdiksi.”
Pendekatan yurisdiksi ini dipandang sebagai strategi penting dalam mempercepat sertifikasi ISPO, terutama bagi perkebunan kelapa sawit rakyat. Sertifikasi ini memastikan bahwa industri kelapa sawit di Indonesia mematuhi prinsip-prinsip ramah lingkungan, sosial, dan ekonomi.
Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan, Prayudi Syamsuri, yang menjadi pembicara utama, menyebutkan bahwa penyederhanaan komponen ISPO tanpa mengorbankan keberlanjutan merupakan solusi untuk mendorong pelaku usaha agar mengikuti sertifikasi tersebut.
“Setelah diskusi dengan Wakil Menteri Pertanian, diputuskan bahwa sertifikasi ISPO dapat dilakukan melalui pendekatan yurisdiksi menggunakan metode Surat Tanda Daftar Budidaya (STDB) serta teknik pengumpulan data,” jelas Prayudi pada Minggu (22/9/2024).
Talkshow ini juga menghadirkan sejumlah narasumber dari berbagai instansi dan pelaku usaha kelapa sawit. Khadikin, Analis Kebijakan Ahli Madya pada Kedeputian Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis, menyampaikan bahwa kebanyakan perkebunan besar telah memperoleh sertifikasi ISPO, sementara perkebunan rakyat masih sangat sedikit yang mengikuti program ini.
Oleh karena itu, upaya mendekati para petani kelapa sawit untuk mengikuti sertifikasi ISPO terus digalakkan. Khadikin mendukung percepatan sertifikasi melalui pendekatan yurisdiksi.
Sementara itu, Ketua Sekretariat Komisi ISPO, Herdrajat Natawidjaja, menyoroti berbagai tantangan dalam proses sertifikasi, seperti pendanaan, keterbatasan sumber daya manusia, serta kebutuhan akan pelatihan. Ia menambahkan bahwa pendekatan yurisdiksi perlu dikaji lebih lanjut agar sistem yang diadopsi dapat dipahami secara menyeluruh.
Ketua Bidang Perkebunan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), R. Azis Hidayat, menegaskan bahwa seluruh anggota GAPKI siap mematuhi peraturan pemerintah terkait sertifikasi ISPO. Ia juga menekankan bahwa pemerintah telah menunjukkan komitmennya dengan mengeluarkan regulasi yang memudahkan proses sertifikasi, khususnya bagi pekebun kecil. ISPO diharapkan dapat memperkuat posisi kelapa sawit Indonesia di pasar global.
Ketua Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) Nasional, Sabarudin, menambahkan bahwa dukungan dari pemerintah daerah sangat penting dalam mendorong petani mengikuti sertifikasi ISPO. Ia juga mengharapkan adanya panduan yang jelas dalam penerapan pendekatan yurisdiksi untuk mempercepat sertifikasi ini.
"Melalui percepatan sertifikasi ISPO dengan pendekatan yurisdiksi, Indonesia bisa memperkuat posisinya sebagai produsen minyak sawit berkelanjutan dan ramah lingkungan, serta mendukung target pembangunan hijau nasional dan internasional," tutup Sabarudin.(BY)