ilustrasi |
Jakarta – Zimbabwe akan memusnahkan 200 ekor gajah akibat kekeringan parah yang menyebabkan kelangkaan pangan. Selain itu, langkah ini juga dilakukan untuk mengatasi pertumbuhan populasi hewan yang berlebihan.
Menurut AFP, Kamis (14/9), Menteri Lingkungan Zimbabwe, Nqobizitha Mangaliso Ndlovu, mengatakan dalam rapat parlemen bahwa jumlah gajah di negaranya melebihi kapasitas yang bisa ditampung. Pemerintah telah menginstruksikan Otoritas Taman dan Satwa Liar Zimbabwe (ZimParks) untuk memulai proses pemusnahan tersebut.
Langkah pemusnahan terakhir kali dilakukan Zimbabwe pada tahun 1988.
Fulton Mangwanya, Direktur Jenderal ZimParks, menyebut bahwa ratusan gajah akan diburu di wilayah-wilayah di mana konflik antara manusia dan hewan sering terjadi, termasuk di Hwange, yang merupakan cagar alam terbesar di Zimbabwe.
Zimbabwe saat ini memiliki sekitar 100 ribu ekor gajah, menjadikannya populasi gajah terbesar kedua di dunia setelah Botswana. Hwange sendiri menampung sekitar 65 ribu gajah, empat kali lipat dari kapasitas yang ideal.
Negara tetangga, Namibia, sebelumnya juga membunuh 160 gajah dalam upaya memusnahkan lebih dari 700 gajah akibat kekeringan terburuk dalam beberapa dekade.
Baik Zimbabwe maupun Namibia adalah negara di Afrika bagian selatan yang terdampak parah oleh kekeringan. Meski demikian, pemusnahan hewan untuk mengatasi kelangkaan pangan kerap memicu kritik.
Farai Maguwu, Direktur Centre for Natural Resource Governance, menekankan bahwa pemerintah seharusnya mencari solusi yang lebih berkelanjutan dan ramah lingkungan. "Membunuh gajah bisa merusak industri pariwisata, karena gajah lebih berharga hidup daripada mati," ujarnya.
Namun, Chris Brown, seorang konservasionis dan CEO Kamar Lingkungan Namibia, berpendapat bahwa populasi gajah yang terus bertambah dapat merusak habitat dan ekosistem, yang juga memengaruhi spesies lain.
"Gajah dapat menghancurkan ekosistem jika jumlahnya dibiarkan bertambah tanpa kontrol, yang kemudian mempengaruhi spesies lain yang juga penting," jelasnya. (des)