![]() |
ilustrasi |
Jakarta - Hukuman fisik tidak selalu efektif dalam mengubah perilaku anak. Jika hukuman tersebut tidak memberikan dampak, orangtua disarankan untuk mencari pendekatan alternatif. "Saat ini, jika orangtua menerapkan hukuman fisik tetapi perilaku anak tetap tidak berubah, ini menunjukkan bahwa hukuman fisik tidak membuat anak merasa jera dan tidak mengubah perilakunya. Mungkin perlu dicari pendekatan lain," kata Guru Besar Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, Prof. Dr. Rose Mini Agoes Salim M.Psi, seperti yang dilaporkan oleh Antara.
Ia menambahkan bahwa anak yang sering mendapat hukuman berpotensi menjadi agresif atau kasar di luar rumah, karena mereka meniru perlakuan orangtua. Selain itu, anak juga dapat merasa tertekan dan mengalami penurunan kepercayaan diri akibat sering merasa dipermalukan.
Oleh karena itu, pemberian hukuman kepada anak dapat memiliki berbagai dampak psikologis, baik dalam bentuk hukuman fisik maupun verbal.
Romi juga menyebutkan bahwa ada banyak alasan di balik perilaku pelanggaran yang dilakukan anak. Ini termasuk ketidaktahuan atau kurangnya pemahaman tentang aturan yang ada. Faktor lain bisa jadi adalah kebutuhan untuk menarik perhatian orang di sekitarnya atau terpaksa melanggar aturan karena situasi tertentu. Dalam hal ini, anak perlu memahami konsekuensi dari pelanggaran yang dilakukan serta manfaat yang bisa didapatkan jika mereka mengikuti aturan.
Menurut Romi, hukuman tidak selalu harus diterapkan ketika anak melakukan kesalahan. Namun, anak juga tidak boleh terlalu dimanjakan dengan hadiah, karena hal itu bisa merusak mental mereka dan membuat mereka selalu mengharapkan imbalan untuk setiap kebaikan yang dilakukan. “Hukuman sebaiknya dijadikan sebagai pilihan terakhir. Jika masih ada kesempatan untuk berkomunikasi, orangtua sebaiknya memberikan informasi mengenai pelanggaran yang dilakukan anak dengan cara yang tenang, sehingga anak tidak merasa takut kepada orangtuanya,” ujarnya.
Dia menegaskan bahwa mengubah perilaku anak harus mempertimbangkan aspek kognitif, afektif, dan psikomotor, yang dikenal sebagai "shaping" atau pembentukan perilaku. Proses ini dapat dilakukan dengan berbagai cara. “Pertama, berikan pemahaman kognitif, diikuti dengan aspek afektif, dan kemudian psikomotor, agar anak memahami bahwa perubahan perilaku ini demi kebaikan mereka, sehingga mereka mungkin tidak akan mengulangi perilaku negatif tersebut,” tambahnya. (des*)