![]() |
Kekhawatiran risiko spionase di mobil-mobil China meningkat. |
Jakarta - Mobil listrik dari China menghadapi tantangan di pasar Amerika dan Eropa akibat kenaikan tarif pajak untuk kendaraan impor dari Beijing. Selain itu, muncul juga kekhawatiran terkait keamanan mobil listrik China yang dianggap berpotensi untuk spionase.
Teknologi kendaraan listrik saat ini telah berkembang pesat dengan beragam sensor canggih dan konektivitas internet yang dapat mengumpulkan data dalam jumlah besar, termasuk informasi pribadi, biometrik, dan detail lokasi. Namun, perkembangan teknologi ini juga menimbulkan kekhawatiran terkait kemungkinan penyalahgunaan data untuk tujuan yang merugikan, seperti kegiatan spionase.
Pada bulan Maret lalu, Presiden Amerika Serikat (AS), Joe Biden, mengungkapkan bahwa mobil listrik China telah memasuki pasar AS secara masif, yang dianggap membawa risiko bagi keamanan nasional.
“Mobil ini dapat membanjiri pasar kita, yang menimbulkan risiko bagi keamanan nasional,” ujarnya, seperti dikutip dari Reuters.
Biden menegaskan, “Saya tidak akan membiarkan hal ini terjadi selama saya berkuasa.”
Dengan banyaknya mobil listrik China yang dilengkapi dengan sensor dan konektivitas canggih, ada kekhawatiran bahwa pemerintah China bisa menyalahgunakan data tersebut, yang memunculkan kekhawatiran serius tentang keamanan dan privasi nasional.
Laporan terbaru menunjukkan bahwa merek kendaraan listrik yang populer di Australia mungkin memiliki akses belakang tersembunyi, memungkinkan produsen untuk mendengarkan percakapan. Pengungkapan ini muncul setelah insiden terkait perang teknologi yang mengkhawatirkan dalam sebulan terakhir, yang menunjukkan masalah keamanan terkait kendaraan listrik dari China.
Seorang pemilik mobil dari merek kendaraan listrik China menuduh bahwa perangkat lunak pada mobilnya dapat merekam percakapan. Pada dasarnya, setiap perangkat yang terhubung ke internet berpotensi mengumpulkan dan menyalahgunakan data pengguna, terutama ketika berhadapan dengan entitas canggih dan berpotensi berbahaya seperti China.
Ancaman dari mobil yang terhubung ke jaringan asal China dianggap nyata dan tidak bisa diabaikan. Tantangannya terletak pada menyeimbangkan manfaat ekonomi dengan kebutuhan untuk melindungi keamanan dan privasi nasional.
Potensi Spionase
Departemen Perdagangan AS menargetkan dua kategori teknologi utama—sistem koneksi kendaraan (seperti Wi-Fi dan telepon) serta sistem pengemudian otomatis. Kedua area ini telah diidentifikasi sebagai berisiko tinggi.
Akibatnya, akan ada larangan terhadap teknologi tersebut jika diproduksi di China, yang juga berpotensi memengaruhi produsen mobil Eropa yang menggunakan komponen dari China untuk modul komunikasi. Langkah ini tampaknya didorong oleh upaya China yang berhasil menyusupkan malware ke dalam jaringan infrastruktur penting AS.
Risiko signifikan dari sistem pengemudian otomatis adalah potensi entitas China untuk mengendalikan kendaraan dari jarak jauh, yang dapat menyebabkan kecelakaan atau mogok. Dalam lebih dari satu dekade terakhir, kekhawatiran mengenai mobil yang terhubung terus meningkat, dengan peretasan mobil menjadi isu yang sering dibahas di konferensi peretas Black Hat.
Meski demikian, insiden seperti ini belum pernah terjadi dan tetap sulit untuk dilakukan. Meskipun ada ide bahwa kekuatan tertentu dapat menghentikan semua mobil yang terhubung secara bersamaan, hal itu tampaknya sulit untuk direalisasikan.
Kemungkinan untuk menggunakan sistem konektivitas mobil untuk tujuan spionase sangat besar. Sistem yang memungkinkan komunikasi, navigasi, dan panggilan ini dapat dimanfaatkan untuk merekam percakapan dan mengirimkan informasi ke pihak lain.
Selain itu, mobil yang terhubung ke jaringan listrik untuk pengisian ulang dapat memberikan akses ke infrastruktur penting. Mirip dengan insiden di mana asisten virtual secara tidak sengaja merekam aktivitas di rumah, data ini dapat disalahgunakan.
Pembatasan Mobil Asing
Negara-negara di seluruh dunia akan memperdebatkan regulasi terkait akses data dari mobil yang terhubung. Tindakan China menggarisbawahi pentingnya langkah-langkah keamanan siber yang kuat untuk melindungi dari ancaman tersebut.
Secara umum, undang-undang di China mewajibkan perusahaan untuk mendukung layanan intelijen mereka. Awalnya, China melarang mobil Tesla yang terhubung di area sensitif, tetapi larangan tersebut dicabut setelah adanya lobi dari asosiasi industri otomotif China, yang menyatakan bahwa Tesla mematuhi peraturan pengumpulan data di China.
"Namun, pembatasan lain terhadap mobil yang terhubung seperti Tesla di area sensitif tampaknya masih berlaku. Peraturan baru di AS mungkin akan memicu reaksi serupa dari China, yang dapat menyebabkan pembatasan terhadap mobil asing di lokasi sensitif," seperti dilaporkan Financial Post.
Masalah pengumpulan data seperti ini diperkirakan akan meningkat seiring dengan semakin banyaknya perangkat terhubung (Internet of Things) yang digunakan, memberikan peluang baru untuk spionase dan gangguan.
Respons China
China telah merespons masalah keamanan yang diajukan oleh AS dengan menilai bahwa tindakan tersebut tidak adil.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Lin Jian, mengkritik AS karena memperluas konsep keamanan nasionalnya dan mengambil tindakan diskriminatif terhadap perusahaan dan produk asal China.
"China menentang perluasan konsep keamanan nasional oleh AS dan tindakan diskriminatif terhadap perusahaan serta produk China," kata Lin dalam pernyataannya, seperti dilaporkan BBC.
"Kami mendesak AS untuk menghormati prinsip pasar dan menciptakan lingkungan bisnis yang terbuka, adil, transparan, dan tidak diskriminatif bagi perusahaan China,” tambahnya.(BY)