Ada 128 Pertambangan Ilegal di RI |
Jakarta - Hingga tahun 2023, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah menerima 128 aduan terkait aktivitas pertambangan tanpa izin (PETI) atau tambang ilegal di Indonesia.
Dirjen Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM, Tri Winarno, menjelaskan bahwa jumlah laporan ini diperoleh dari laporan kepolisian serta keterangan ahli terkait kasus PETI. Lokasi pertambangan ilegal ini tersebar di berbagai wilayah di Indonesia, mulai dari Aceh hingga Bengkulu.
"Ini adalah data PETI yang kami laporkan, mencakup berbagai wilayah seperti Aceh, Banten, Bengkulu, dan lainnya," ujar Tri dalam rapat kerja dengan Komisi XII DPR RI, Selasa (12/11/2024).
Tri merinci bahwa laporan pertambangan ilegal terdiri dari 11 laporan di Aceh, 1 di Banten, 6 di Bengkulu, 1 di Jambi, 3 di Jawa Barat, 9 di Jawa Timur, 1 di Kalimantan Barat, dan 2 di Kalimantan Selatan.
Selain itu, terdapat 1 laporan di Kalimantan Tengah, 7 di Kalimantan Timur, 1 di Kalimantan Utara, 2 di Kepulauan Bangka Belitung, 1 di Kepulauan Riau, 4 di Lampung, dan 1 di Maluku.
Di NTB terdapat 2 laporan, Riau mencatat 24 laporan, Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tengah masing-masing 1 laporan, Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Utara masing-masing 2 laporan, Sumatera Barat 7 laporan, Sumatera Selatan 26 laporan, serta Sumatera Utara 12 laporan.
Menurut Tri, berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020, pihak yang melakukan kegiatan pertambangan tanpa izin resmi, atau mereka yang memiliki izin eksplorasi namun melakukan produksi, akan dikenakan sanksi yang sama.
Sanksi yang berlaku berupa pidana penjara maksimal lima tahun dan denda hingga Rp100 miliar.
Tri juga menyebutkan tiga solusi untuk menangani tambang ilegal ini.
"Untuk mengatasi illegal mining, ada tiga langkah: pertama, membatasi pergerakan penambang ilegal melalui digitalisasi, yaitu Sistem Informasi Mineral dan Batubara Antar Kementerian/Lembaga (SIMBARA). Jika perusahaan tidak berizin dan tidak memiliki stok, maka perusahaan tersebut tidak bisa melakukan penjualan," jelasnya.
Langkah kedua adalah formalisasi, yaitu mengupayakan agar area pertambangan ilegal yang memenuhi syarat bisa mendapatkan izin melalui Izin Pertambangan Rakyat (IPR) atau Izin Usaha Pertambangan (IUP).
Penegakan hukum ini akan diperkuat dengan perpres baru tentang tata kelola organisasi di Kementerian ESDM," kata Tri.(BY)