ilustrasi |
Jakarta - Pemerintah berencana menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025. Langkah ini diperkirakan akan memengaruhi harga jual mobil baru, yang berpotensi naik.
Kebijakan ini sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Dampak dari kenaikan tarif PPN tersebut diprediksi dapat menurunkan daya beli masyarakat terhadap mobil baru di tahun depan.
"Kalau PPN naik jadi 12 persen, kenaikannya cukup terasa. Untuk mobil dengan harga Rp200 juta, ada tambahan sekitar Rp2 juta. Sementara itu, mobil seharga Rp400 juta akan naik sekitar Rp4 juta," ujar Ketua Umum Gaikindo, Yohannes Nangoi, di ICE BSD City, Tangerang.
Selain itu, Yohannes juga menyoroti perubahan aturan terkait pajak kendaraan bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (UU HKPD). Aturan tersebut dijadwalkan berlaku mulai 5 Januari 2025.
"Kalau pajak kendaraan naik dari 12,5 persen menjadi 19,5 persen, dampaknya bisa sangat besar. Contohnya, untuk mobil seharga Rp200 juta, kenaikan bisa mencapai Rp12 juta. Jika ditambah dengan PPN dan pajak lainnya, tentu beban ini akan terasa berat," tambah Yohannes.
Di sisi lain, 4W Marketing Director PT Suzuki Indomobil Sales, Harold Donnel, menyebutkan bahwa produsen mobil perlu menyesuaikan strategi untuk mengurangi dampak kenaikan PPN.
"Setiap produsen memiliki cara masing-masing dalam menghitung biaya, mulai dari produksi hingga penjualan. Mereka bisa menekan biaya produksi (COGS), menyesuaikan margin keuntungan, atau memangkas anggaran pemasaran," jelas Harold.
Menurut Harold, ada produsen yang memilih melakukan efisiensi di pabrikasi, sementara yang lain langsung menyesuaikan harga jual dengan kenaikan PPN. "Setiap pendekatan memiliki kelebihan dan kekurangan, dan strategi ini akan terlihat jelas setelah kebijakan baru diterapkan," pungkasnya.(des*)