Jokowi |
Jakarta - Hasil quick count dari sejumlah lembaga survei menunjukkan pasangan Ridwan Kamil dan Suswono (RIDO) kalah dari Pramono Anung dan Rano Karno dalam Pilgub DKI Jakarta 2024.
Meskipun mendapatkan dukungan dari Presiden RI dan ketua koalisi partai politik pendukung Prabowo Subianto, serta Presiden ke-7 Joko Widodo, hal itu tampaknya tidak memberikan pengaruh signifikan.
Menurut hitung cepat yang dilakukan oleh empat lembaga survei, yakni Indikator Politik Indonesia, Charta Politika, Lembaga Survei Indonesia, dan Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), Pramono-Rano memperoleh suara sekitar 49-51 persen. Sementara itu, pasangan RIDO hanya mendapatkan sekitar 39 persen, dengan margin of error sekitar 1 persen.
Ketua Tim Pemenangan pasangan nomor urut 3, Lies Hartono atau Cak Lontong, mengklaim bahwa hasil quick count ini menunjukkan Pramono-Rano unggul dalam satu putaran.
“Berdasarkan hasil ini, kita bisa menyatakan Pilkada Jakarta hanya berlangsung satu putaran,” ujar Cak Lontong di posko pemantauan hasil quick count di Hotel JS Luwansa, Kuningan, Jakarta Selatan, pada Rabu (27/11) sore.
Sementara itu, Ridwan Kamil mengaku terkejut dengan raihan suara pasangan Dharma Pongrekun dan Kun Wardhana yang mencapai 10 persen. Menurut RK, hasil tersebut di luar ekspektasi survei selama masa kampanye.
“Survei sebelumnya menunjukkan angka 5, 3, atau 4 persen. Tapi realitasnya mereka mencapai 10 persen. Ini luar biasa. Saya juga menghormati perjuangan Pak Dharma dan Pak Kun,” ujar RK di Hotel Sultan, Jakarta.
Namun demikian, hasil quick count ini belum menjadi hasil resmi. Komisi Pemilihan Umum (KPU) akan melakukan rekapitulasi suara secara bertahap mulai Kamis (28/11) hingga Senin (16/12).
Analisis Pengamat Politik
Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO), Dedi Kurnia Syah, menyebutkan bahwa meskipun Prabowo dan Jokowi memiliki basis pengaruh di Jakarta, hal tersebut tidak cukup kuat tanpa didukung oleh ketokohan kandidat.
“Pengaruh Jokowi dan Prabowo sebenarnya signifikan, tetapi jika kandidat yang diusung tidak memiliki ketokohan yang kuat, maka dukungan tersebut tidak berdampak besar,” ujar Dedi pada Rabu (27/11) malam.
Ia menilai pasangan RIDO tidak mampu menawarkan hal baru kepada pemilih, sehingga dukungan publik stagnan. Sebaliknya, Pramono-Rano berhasil membawa narasi perlawanan terhadap dominasi politik Jokowi, yang cukup efektif menarik simpati pemilih.
Dedi juga menambahkan bahwa dukungan dari Anies Baswedan dan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) memberikan kontribusi positif bagi suara Pramono-Rano.
“Jakarta sejak Pilpres sudah menjadi basis pendukung Anies. Selain itu, ketokohan kandidat RIDO juga mengalami tantangan. Faktor ini secara kolektif berkontribusi pada kekalahan Jokowi dan RIDO,” jelasnya.
Senada dengan itu, dosen Ilmu Politik Universitas Paramadina, A. Khoirul Umam, menilai literasi politik masyarakat Jakarta yang tinggi turut memengaruhi hasil ini.
“Warga Jakarta cenderung pragmatis dan mudah mengubah pilihan mereka berdasarkan isu atau narasi yang berkembang,” katanya dalam sebuah pernyataan tertulis.
Ia juga menilai bahwa mesin politik Koalisi Indonesia Maju (KIM) yang mendukung RIDO kurang solid, sehingga tidak mampu bersaing dengan strategi disiplin yang diterapkan Pramono-Rano.
Meski demikian, Umam menyebut bahwa Pilkada DKI masih berpotensi berlangsung dua putaran, tergantung pada hasil akhir rekapitulasi suara KPU.(des*)