![]() |
ilustrasi |
Jakarta - Produsen panel surya asal China mulai menghindari tarif perdagangan yang diterapkan oleh Amerika Serikat (AS). Para pengusaha kini mengurangi tingkat produksi di pabrik yang berlokasi di negara-negara yang terkena tarif, termasuk Vietnam.
Beberapa pabrik panel surya besar milik China di Vietnam telah mengurangi produksinya dan memberhentikan karyawan. Langkah ini dilakukan menyusul perluasan tarif perdagangan AS yang juga menargetkan Vietnam serta tiga negara Asia Tenggara lainnya.
Pemerintah AS telah menerapkan tarif pada ekspor panel surya dari Vietnam, Thailand, Malaysia, dan Kamboja sejak tahun lalu. Pada bulan Oktober, AS memperluas kebijakan tarif tersebut setelah menerima keluhan dari produsen dalam negeri.
Di sisi lain, Indonesia dan Laos kini menjadi lokasi baru bagi banyak pabrik panel surya milik China, karena kedua negara ini tidak terpengaruh oleh kebijakan proteksi perdagangan AS.
Dikabarkan bahwa kapasitas pabrik panel surya yang dibangun di Indonesia dan Laos dapat menyuplai sekitar setengah dari total panel surya yang dipasang di AS tahun lalu.
Selama bertahun-tahun, China telah memindahkan produksi panel surya ke berbagai negara, dan fase terbaru yang mencakup Indonesia dan Laos belum pernah dilaporkan sebelumnya.
William A. Reinsch, mantan pejabat perdagangan di pemerintahan Clinton dan penasihat senior di Center for Strategic and International Studies, mengatakan, "Ini sangat signifikan. Proses pemindahan ini relatif mudah dilakukan. Mereka dapat mengatur ulang dan memulai kembali. Desain regulasi seringkali membuat AS tertinggal."
China menguasai sekitar 80% dari pengiriman panel surya global, dengan pusat ekspor di berbagai negara Asia menyuplai setengah dari total tersebut. Data ini sangat berbeda dengan dua dekade lalu ketika AS merupakan pemimpin industri panel surya.
Sementara itu, impor pasokan tenaga surya ke AS telah meningkat tiga kali lipat sejak tarif khusus mulai diberlakukan pada 2012, mencapai rekor sebesar US$ 15 miliar tahun lalu.
Meskipun hampir tidak ada panel yang diimpor langsung dari China pada tahun 2023, sekitar 80% panel surya yang digunakan di AS berasal dari Vietnam, Thailand, Malaysia, dan Kamboja, yang merupakan lokasi pabrik-pabrik panel surya China.
Selama 18 bulan terakhir, setidaknya empat proyek yang melibatkan China atau terkait dengan China telah mulai beroperasi di Indonesia dan Laos, dengan beberapa proyek lainnya segera dimulai. Secara keseluruhan, proyek-proyek tersebut memiliki kapasitas total sebesar 22,9 gigawatt (GW) untuk panel surya.
Sebagian besar produksi ini akan dijual di pasar AS, yang merupakan pasar tenaga surya terbesar kedua setelah China dan salah satu yang paling menguntungkan, dengan harga rata-rata 40% lebih tinggi dibandingkan di China selama empat tahun terakhir. (des*)