Ilustrasi hidangan telur mata sapi. |
Jakarta – Anggaran untuk program makan bergizi gratis yang merupakan salah satu inisiatif dari Presiden Prabowo Subianto kembali mengalami pemangkasan. Sebelumnya, anggaran per porsi untuk program tersebut sebesar Rp15 ribu, namun kini dipotong menjadi hanya Rp10 ribu per porsi.
Tentu saja, hal ini menuai berbagai kritik dari masyarakat. Namun, ada juga yang memberikan usulan solusi, salah satunya adalah Chef Devina Hermawan. Belakangan, Devina mengunggah ide di media sosial X (dulu Twitter) mengenai menu makanan bergizi dengan anggaran hanya Rp10 ribu.
Devina berpendapat bahwa dua butir telur dan satu kotak susu UHT sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi harian.
Namun, apakah dua butir telur dan satu kotak susu UHT benar-benar cukup untuk program makan bergizi yang juga memenuhi standar gizi yang dibutuhkan?
Dokter spesialis gizi dari Rumah Sakit Melinda Bandung, Johanes Casay Chandrawinata, menyatakan bahwa ide tersebut layak untuk dipertimbangkan.
"Dua butir telur dan susu UHT memang kaya akan gizi. Susu memberikan tambahan kalsium, protein, lemak, dan karbohidrat, sementara telur menyumbang protein yang penting untuk pertumbuhan dan daya tahan tubuh," ujar Johanes saat dihubungi CNNIndonesia.com, Jumat (6/12).
Namun, ia menambahkan bahwa kombinasi tersebut lebih cocok sebagai makanan tambahan, terutama bagi anak-anak yang pola makannya sebagian besar terdiri dari karbohidrat seperti nasi atau mi.
"Protein dari susu dan telur memang mendukung pertumbuhan dan memperkuat sistem imun, tetapi tetap diperlukan asupan lain seperti buah, nasi, dan sayuran," kata Johanes.
Selain itu, ada juga alternatif sumber protein lain yang lebih terjangkau, seperti tempe, tahu, atau ikan kembung, yang bisa menjadi pilihan untuk menekan biaya tanpa mengurangi kualitas gizi.
Ia mengatakan, tidak semua anak menyukai susu UHT plain karena rasanya yang cenderung hambar.
"Anak-anak Indonesia lebih menyukai susu dengan rasa manis, sehingga mereka cenderung memilih susu yang mengandung gula tambahan atau pemanis buatan," ungkap Tan.
Sebagai solusi, Tan menyarankan agar fokus diberikan pada menu makan siang yang lebih sehat dan berbasis bahan alami. Ia memberikan contoh menu bergizi yang tetap terjangkau, seperti nasi dengan ayam bakar dan buah melon, atau sup kacang merah dengan singkong dan telur balado.
"Dengan kombinasi yang tepat, kita bisa menciptakan menu yang mendukung gizi anak tanpa harus bergantung pada makanan olahan," tambahnya.(BY)