![]() |
Batu Bara Black Diamond |
Jakarta – Harga batu bara mengalami kenaikan di tengah meningkatnya ketegangan perdagangan antara Amerika Serikat (AS) dan China, yang berdampak pada pola perdagangan serta harga komoditas ini di pasar global.
Berdasarkan data Refinitiv, harga batu bara pada 19 Februari 2025 mencapai US$107,4 per ton, meningkat 2,8% dibandingkan dengan penutupan perdagangan sehari sebelumnya yang berada di angka US$104,6 per ton. Kenaikan ini sekaligus mengakhiri tren penurunan yang berlangsung selama tiga hari berturut-turut.
Perang dagang antara AS dan China diperkirakan akan mengubah pola perdagangan batu bara global. Pasalnya, tarif yang lebih tinggi dapat membuat harga batu bara asal AS menjadi lebih mahal di pasar China, yang berpotensi menurunkan permintaan dari negara tersebut.
Menurut laporan oilprice.com, kondisi ini mendorong China mencari alternatif pasokan batu bara bebas tarif dari negara lain, sementara AS mengalihkan ekspor batu baranya ke India, yang merupakan pelanggan terbesar mereka.
Sumber dari Reuters yang dikutip dari pejabat pemerintah federal menyatakan bahwa perubahan arus perdagangan batu bara akibat tarif ini diperkirakan akan berdampak besar pada jenis batu bara kokas, yang digunakan dalam industri baja. Penerapan tarif yang lebih tinggi membuat harga batu bara kokas asal AS menjadi kurang kompetitif.
Pada tahun sebelumnya, ekspor batu bara kokas AS ke China tercatat meningkat sekitar 33% hingga mencapai US$1,84 miliar. Sementara itu, India yang merupakan importir batu bara terbesar ketiga di dunia, juga meningkatkan impornya sebagai bagian dari strategi diversifikasi pasokan, mengurangi ketergantungan pada Australia.
Analis komoditas dari Reuters, Clyde Russell, menyebutkan bahwa eksportir AS dapat mencoba mempertahankan pangsa pasar di China dengan memberikan potongan harga atau mengalihkan lebih banyak pasokan ke India. Di sisi lain, China mulai mencari alternatif pasokan dari negara seperti Mongolia dan Rusia.
Sejumlah laporan menyebutkan bahwa Mongolia berencana meningkatkan ekspor batu bara ke China hingga 20% tahun ini, dengan target total ekspor mencapai 165 juta ton.
Namun, Rusia kemungkinan bukan opsi utama bagi China karena ekspor batu baranya ke negara tersebut justru mengalami penurunan tahun lalu. Analis menyebut bahwa batu bara Rusia menghadapi tantangan akibat biaya produksi yang tinggi serta keterbatasan kapasitas jalur kereta api. Hal ini membatasi pilihan ekspor Rusia ke negara lain, sementara China juga memiliki keterbatasan dalam mencari pemasok alternatif.
Kanada dan Australia diprediksi menjadi pihak yang diuntungkan dari perang tarif ini. Kedua negara tersebut berpotensi menggantikan posisi AS dalam memasok batu bara ke China, sementara AS lebih fokus pada pasar India. Pergeseran ini dapat membentuk ulang dinamika pasar batu bara kokas global ke depannya.(des*)