![]() |
Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi saat ditemui di kantornya, Rabu (19/2/2025). |
Jakarta – Pemerintah tengah mempertimbangkan opsi impor daging kerbau dari Pakistan sebagai alternatif guna mengatasi lonjakan harga daging kerbau asal India yang kini mencapai US$4,8 per kg atau sekitar Rp77.760 per kg (dengan asumsi kurs Rp16.200/US$). Kebijakan ini bertujuan untuk mengurangi ketergantungan pada satu negara serta mendorong persaingan harga yang lebih sehat di pasar.
Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas), Arief Prasetyo Adi, mengungkapkan bahwa izin impor daging kerbau sebenarnya telah diberikan kepada dua BUMN pangan, yakni PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) dan Berdikari, dengan kuota masing-masing 50.000 ton.
"Impor daging kerbau sudah diberikan izin untuk PPI sebanyak 50 ribu ton dan Berdikari 50 ribu ton. Saat ini tinggal menunggu kedatangan saja. Selama ini, daging kerbau diimpor dari India. Namun, ada potensi membuka opsi dari Pakistan, mengingat harga di India terus meningkat hingga US$4,8 per kg," ujar Arief saat ditemui di kantornya, Selasa (19/2/2025).
Arief menambahkan bahwa diversifikasi negara pemasok perlu dilakukan agar harga tidak dikendalikan oleh satu negara tertentu.
"Jika berbicara bisnis, sebaiknya ada beberapa negara pemasok agar harga tidak dikuasai oleh satu pihak," jelasnya.
Namun, menurut Arief, untuk merealisasikan impor dari Pakistan, terdapat sejumlah persyaratan yang harus dipenuhi, terutama terkait jaminan kehalalan, standar kesehatan hewan, serta kualitas daging.
"Proses impor harus memenuhi sejumlah ketentuan, seperti adanya sertifikasi halal, kepatuhan terhadap standar kesehatan hewan, serta lokasi rumah potong hewan yang sesuai dengan regulasi. Opsi impor dari Pakistan ini perlu dibuka agar tercipta persaingan yang lebih seimbang. Jika tidak, harga bisa terus naik seperti sekarang," tuturnya.
Selain itu, daging yang diimpor juga harus memenuhi standar tertentu, termasuk bebas dari penyakit, memiliki kadar lemak yang sesuai, serta memenuhi spesifikasi kualitas yang telah disepakati dalam mekanisme Business-to-Business (B2B) antara importir dan eksportir.
"Setiap produk yang diimpor memiliki spesifikasi yang telah ditentukan dalam kerja sama B2B. Standar ini harus dipenuhi sebelum masuk ke pasar dalam negeri," pungkasnya.(des*)