![]() |
ilustrasi |
Jakarta – Para pemilik warung meragukan kemampuan pangkalan elpiji dalam menyediakan gas 3 kilogram untuk masyarakat. Mulai 1 Februari 2025, pemerintah akan melarang pengecer, termasuk warung, menjual elpiji 3 kg bersubsidi.
Mahlani (50), seorang pengecer elpiji di Jalan Rajawali, Kelurahan Bukit Tunggal, Kecamatan Jekan Raya, mengungkapkan kekhawatirannya bahwa pangkalan mungkin tidak mampu memenuhi permintaan masyarakat. Ia menilai jam operasional pangkalan yang terbatas menjadi salah satu hambatan utama.
“Jika hanya pangkalan resmi yang diperbolehkan menjual elpiji 3 kg, apakah mereka bisa memenuhi kebutuhan masyarakat? Stoknya terbatas, dan apakah mereka bisa buka hingga malam?” ujar Mahlani saat ditemui pada Minggu (2/2/2025).
Ia juga menambahkan bahwa pengecer seperti dirinya telah membantu masyarakat yang kehabisan gas di malam hari.
“Kami membantu warga yang membutuhkan gas saat malam. Jika pangkalan tutup, mereka masih bisa membeli dari kami,” tambahnya.
Senada dengan itu, Lingga (46), pemilik warung di Jalan Jamin Ginting, Kecamatan Medan Baru, Medan, Sumatera Utara, menyatakan keberatannya terhadap kebijakan tersebut. Ia menjelaskan bahwa banyak pelanggan yang mengandalkan warungnya untuk membeli elpiji, meski dengan harga sedikit lebih tinggi dibandingkan di pangkalan.
“Harga yang kami jual tidak mahal, tapi kebijakan ini justru menyusahkan. Kami berjualan untuk membantu masyarakat, dan mereka bisa membeli kapan saja,” ujar Lingga pada Minggu.
Menurutnya, pangkalan gas di daerahnya hanya buka hingga pukul 17.00 WIB, sedangkan warungnya tetap melayani hingga tengah malam.
Deny (40), pemilik warung di Jalan Setiabudi, Medan, juga menilai kebijakan ini akan menyulitkan warga yang membutuhkan gas di luar jam buka pangkalan.
“Ini kebijakan yang kurang pas karena banyak warga yang kecewa. Pangkalan gas tutup sekitar pukul 17.00. Kalau ada yang butuh gas di malam hari, mereka tidak punya pilihan lain,” jelas Deny.(des*)