![]() |
ilustrasi |
Jakarta – Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 Tahun 2024 yang merupakan perubahan ketiga atas PP 82/2018 mengenai Jaminan Kesehatan, mengamanatkan pemerintah untuk menentukan manfaat, tarif, dan iuran program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikelola BPJS Kesehatan mulai 1 Juli 2025.
Namun, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dan Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) belum berencana memberlakukan perubahan iuran BPJS Kesehatan tahun ini. Rencana penyesuaian tarif kemungkinan baru akan diterapkan pada 2026, mengingat keuangan BPJS Kesehatan masih cukup stabil untuk membiayai layanan kesehatan nasional hingga akhir tahun.
Meskipun demikian, Ketua DJSN Nunung Nuryartono menegaskan bahwa pembahasan terkait manfaat, tarif, dan iuran JKN tetap berlangsung. DJSN bekerja sama dengan Kementerian Keuangan, Kementerian Kesehatan, dan BPJS Kesehatan guna merumuskan skema yang sesuai dengan amanat Perpres 59/2024.
“Sesuai ketentuan, DJSN memimpin proses penentuan iuran ini. Harapannya, akhir bulan ini kami sudah dapat menyusun simulasi besaran iuran yang akan diajukan kepada pemerintah,” ujar Nunung dalam rapat kerja dengan Komisi IX DPR di Jakarta, Selasa (11/2/2025).
Ia menjelaskan bahwa perhitungan tarif akan mempertimbangkan kebijakan pemerintah terkait sistem iuran BPJS Kesehatan, terutama penerapan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) yang wajib diberlakukan sebelum 30 Juni 2025. Dengan adanya KRIS, sistem kelas rawat inap 1, 2, dan 3 di BPJS Kesehatan akan dihapus.
Selain itu, pertimbangan lainnya mencakup perubahan sistem pembayaran layanan kesehatan dari INA-CBGs menjadi iDRG Group, serta daya beli masyarakat.
“Nantinya, DJSN akan mengajukan surat kepada Presiden berisi usulan penyesuaian iuran berdasarkan hasil perhitungan tim yang menetapkan manfaat, tarif, dan iuran JKN,” lanjutnya.
Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan Tidak Terelakkan
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menegaskan bahwa kenaikan iuran BPJS Kesehatan merupakan hal yang mendesak, mengingat selama lima tahun terakhir sejak 2020, tarif tidak mengalami perubahan. Sementara itu, biaya kesehatan masyarakat terus meningkat dengan rata-rata kenaikan mencapai 15% per tahun.
“Ibarat inflasi yang naik 5% setiap tahun, tetapi gaji pegawai atau menteri tidak naik selama lima tahun, tentu situasi ini menyulitkan. Tidak mungkin kita meminta karyawan atau sopir untuk bertahan tanpa kenaikan gaji, sementara inflasi sudah mencapai 15%,” ujar Budi dalam rapat DPR, dikutip Jumat (22/2/2024).
Menurutnya, meskipun kenaikan iuran BPJS Kesehatan bukan keputusan yang populer, hal ini perlu dilakukan agar sistem tetap berkelanjutan. “Lebih baik kita terbuka. Jika biaya kesehatan naik 10-15% per tahun, sementara tarif BPJS Kesehatan tetap selama lima tahun, maka penyesuaian harus dilakukan,” tegasnya.
Budi juga menyebutkan bahwa pertumbuhan belanja kesehatan masyarakat saat ini lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan ekonomi atau produk domestik bruto (PDB). Pada 2023, total belanja kesehatan mencapai Rp 614,5 triliun, meningkat 8,2% dari tahun sebelumnya yang sebesar Rp 567,7 triliun. Sebelum pandemi COVID-19, belanja kesehatan pada 2018 juga naik 6,2%, dari Rp 421,8 triliun menjadi Rp 448,1 triliun.
Tarif Iuran BPJS Kesehatan Saat Ini
Saat ini, ketentuan iuran BPJS Kesehatan masih mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 2022. Skema iuran terbagi dalam beberapa kategori, yakni:
- Peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI): Iuran dibayarkan penuh oleh pemerintah.
- Peserta Pekerja Penerima Upah (PPU) di Instansi Pemerintah: Termasuk PNS, TNI, Polri, pejabat negara, serta pegawai pemerintah non-PNS. Besaran iuran 5% dari gaji per bulan, dengan rincian 4% dibayar pemberi kerja dan 1% oleh peserta.
- Peserta PPU di BUMN, BUMD, dan Swasta: Iuran 5% dari gaji per bulan, dengan komposisi pembayaran yang sama seperti PPU di instansi pemerintah.
- Keluarga Tambahan PPU: Anak keempat dan seterusnya, orang tua, serta mertua dikenakan iuran sebesar 1% dari gaji per bulan per orang, dibayar oleh pekerja.
- Peserta Mandiri (PBPU dan Bukan Pekerja):
- Kelas III: Rp 42.000 per bulan (dengan subsidi pemerintah sebesar Rp 7.000 sejak Januari 2021).
- Kelas II: Rp 100.000 per bulan.
- Kelas I: Rp 150.000 per bulan.
- Veteran dan Perintis Kemerdekaan serta Ahli Warisnya: Iuran sebesar 5% dari 45% gaji pokok PNS golongan III/a dengan masa kerja 14 tahun, ditanggung oleh pemerintah.
Dalam aturan Perpres 63/2022, iuran wajib dibayar paling lambat tanggal 10 setiap bulan. Tidak ada denda keterlambatan, kecuali jika peserta menerima layanan rawat inap dalam waktu 45 hari setelah kepesertaan diaktifkan kembali.
Sementara itu, sesuai Perpres 64/2020, denda keterlambatan layanan rawat inap dihitung 5% dari biaya diagnosa awal, dikalikan jumlah bulan tunggakan dengan batas maksimal:
- Jumlah bulan tertunggak tidak lebih dari 12 bulan.
- Denda maksimal Rp 30.000.000.
- Bagi peserta PPU, denda dibayarkan oleh pemberi kerja.
Dengan berbagai perubahan yang sedang disusun, masyarakat diharapkan untuk terus mengikuti perkembangan terbaru mengenai skema iuran BPJS Kesehatan yang akan berlaku di masa mendatang.(des*)