![]() |
Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono |
Jakarta – Presiden ke-6 RI, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), memberikan saran kepada Presiden Prabowo Subianto dalam mengatasi perlambatan pertumbuhan ekonomi Indonesia.
SBY mengingat bagaimana pada awal masa jabatannya, pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya berada di angka 4 persen. Namun, dalam satu tahun, angka tersebut naik menjadi 5,1 persen dan berhasil dipertahankan selama satu dekade.
"Saat saya menjabat pada 2004, pertumbuhan ekonomi hanya 4 persen. Dalam waktu setahun, kami mampu meningkatkannya menjadi 5,1 persen, dan angka itu tetap stabil selama 10 tahun," ujar SBY dalam acara bedah buku Standing Firm for Indonesia's Democracy di KBRI Tokyo, Jepang, pada 7 Maret.
Berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang 2024 tercatat sebesar 5,03 persen. Angka ini mengalami sedikit penurunan dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 5,05 persen. Jika dibandingkan dengan 2022 yang tumbuh 5,31 persen, maka pertumbuhan ekonomi tahun ini masih berada di bawahnya.
SBY juga mengingat tantangan yang ia hadapi saat itu, termasuk minimnya investasi di Indonesia.
"Kenapa investasi rendah? Karena saat itu tidak ada jaminan keamanan, stabilitas sosial terganggu, iklim investasi buruk, kepastian hukum lemah, dan infrastruktur masih terbatas," ungkapnya.
"Saat itu, kondisi investasi sangat tidak kondusif. Siapa yang mau menanamkan modal di Indonesia? Justru yang terjadi adalah arus modal keluar, dan nilai rupiah mengalami tekanan," tambahnya.
SBY kemudian memaparkan empat faktor utama yang menjadi kunci pertumbuhan ekonomi. Pertama, meningkatkan konsumsi rumah tangga.
"Jika angka pengangguran tinggi, banyak terjadi PHK, dan daya beli masyarakat menurun, maka pertumbuhan ekonomi juga akan terhambat," jelasnya.
Kedua, belanja pemerintah harus didorong, namun dengan pengelolaan yang efektif.
Ketiga, sektor ekspor harus diperkuat dan tidak boleh kalah dengan impor. Keempat, investasi harus berkembang, termasuk melalui hilirisasi dan industrialisasi.
Meski ada tantangan, SBY tetap optimistis bahwa pemerintahan Prabowo mampu mengatasinya.
"Saya percaya pemerintahan ini bisa, Presiden Prabowo juga bisa. Indonesia masih memiliki sumber daya yang cukup, baik dari segi politik maupun ekonomi, untuk menghadapi situasi ini dan mendorong pertumbuhan ekonomi," tuturnya.
Ia juga mengajak semua pihak untuk tetap optimistis terhadap masa depan Indonesia, meskipun kondisi saat ini penuh tantangan.
"Jangan kehilangan harapan. Mungkin akan ada masa-masa sulit, tetapi Indonesia adalah negara yang besar dan mampu mengatasinya," ujarnya.
Sementara itu, Duta Besar RI untuk Jepang, Heri Ahmadi, menyoroti pencapaian ekonomi Indonesia di era SBY.
"Di bawah kepemimpinan beliau, ekonomi Indonesia tumbuh rata-rata 6 persen, tingkat pengangguran menurun dari 10 persen menjadi 5,7 persen, dan angka kemiskinan berkurang dari 16,7 persen menjadi 11 persen," ungkapnya.
"Itu berarti sekitar 8,6 juta orang berhasil keluar dari kemiskinan selama periode kepemimpinan SBY," tambahnya.
Wahyu Prasetiawan, salah satu editor buku Standing Firm for Indonesia's Democracy, juga menyoroti bagaimana demokrasi dan pertumbuhan ekonomi berjalan beriringan saat SBY menjabat.
"Saat itu, nilai tukar rupiah terhadap dolar masih di kisaran Rp9.000. Saya ingat, setiap pergi ke bandara, banyak masyarakat yang berangkat umroh. Sekarang, kita jarang melihat kondisi seperti itu," ujarnya.(des*)