Ukraina Bersiap Gelar Perundingan Damai dengan AS di Arab Saudi -->

Iklan Cawako Sawahlunto

Ukraina Bersiap Gelar Perundingan Damai dengan AS di Arab Saudi

Selasa, 11 Maret 2025

Angkatan Darat Iran menunjukkan sebuah helikopter di atas kapal logistik


Jakarta - Ketegangan geopolitik semakin meningkat seiring dengan diumumkannya latihan militer gabungan antara Rusia, China, dan Iran di perairan lepas pantai Iran. Sementara itu, delegasi Ukraina sedang mempersiapkan perundingan dengan perwakilan Amerika Serikat di Arab Saudi guna membahas solusi damai terkait konflik yang terus berlangsung dengan Rusia.


Dilansir dari Newsweek, Kementerian Pertahanan China menginformasikan bahwa latihan militer gabungan yang dinamakan "Security Belt 2025" akan dilaksanakan pada bulan ini, di dekat Pelabuhan Chabahar yang terletak di bagian tenggara Iran dan berbatasan langsung dengan Laut Oman. Latihan ini melibatkan angkatan laut dari ketiga negara tersebut, termasuk setidaknya satu kapal perusak dan kapal pendukung dari China.


Kantor berita Iran juga menyebutkan bahwa latihan ini akan mendapat pengawasan dari beberapa negara, antara lain Azerbaijan, Afrika Selatan, Oman, Qatar, dan Uni Emirat Arab. Latihan serupa telah dilakukan pada tahun-tahun sebelumnya, termasuk pada Maret 2024 dan 2023, sebagai upaya memperkuat kerja sama militer antara Rusia, China, dan Iran.


Kerja sama ini semakin mempererat aliansi strategis antara ketiga negara, yang kerap disebut sebagai "Axis of Evil," merujuk pada negara-negara yang berseberangan dengan kepentingan AS dan sekutunya. Ketiganya memiliki kepentingan bersama dalam menentang dominasi AS, khususnya di wilayah Timur Tengah dan Eropa Timur.


Perundingan Perdamaian

Di sisi lain, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengumumkan pada Sabtu bahwa ia akan bertemu dengan Putra Mahkota dan Perdana Menteri Arab Saudi, Mohammed bin Salman, dalam beberapa hari mendatang. Usai pertemuan itu, pejabat Ukraina akan tetap berada di Arab Saudi untuk melanjutkan pembicaraan dengan perwakilan AS pada Selasa.


Delegasi Ukraina terdiri dari Kepala Kantor Presiden Ukraina Andriy Yermak, Wakil Kepala Kantor Presiden Pavlo Palisa, serta Menteri Luar Negeri dan Menteri Pertahanan Ukraina, Andriy Sybiha dan Rustem Umerov.


"Di pihak kami, kami berkomitmen untuk dialog konstruktif dan berharap dapat mendiskusikan langkah-langkah serta keputusan yang diperlukan," ujar Zelensky, menambahkan bahwa mereka akan mengajukan "usulan realistis" dalam perundingan tersebut.


Steve Witkoff, utusan Presiden AS Donald Trump untuk Timur Tengah, mengonfirmasi bahwa pihaknya tengah merencanakan pertemuan dengan Ukraina, yang kemungkinan besar akan berlangsung di Riyadh atau Jeddah. Namun, perubahan kebijakan Washington terhadap Kyiv belakangan ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan sekutu-sekutu Eropa Ukraina.


Salah satu momen yang memicu kontroversi adalah ketika Zelensky mendapatkan kritik keras dari Trump dan Wakil Presiden JD Vance selama kunjungannya ke Gedung Putih. Hal ini semakin menunjukkan potensi perubahan sikap AS terhadap konflik Ukraina-Rusia.


Trump bahkan menghentikan seluruh bantuan militer AS yang sudah dalam perjalanan menuju Ukraina, termasuk pasokan yang hanya tinggal beberapa mil dari perbatasan Ukraina. Selain itu, ia juga menangguhkan sebagian besar berbagi intelijen AS dengan Kyiv.


Keith Kellogg, utusan Trump untuk Ukraina dan Rusia, menyatakan bahwa Ukraina "membawa masalah ini kepada diri mereka sendiri." Sementara itu, Trump mengungkapkan bahwa AS "berjalan baik dengan Rusia" dan menyatakan bahwa lebih mudah baginya bekerja sama dengan Moskow daripada dengan Kyiv.


Dampak Latihan Militer

Latihan militer gabungan yang melibatkan Rusia, China, dan Iran dipandang sebagai demonstrasi kekuatan terhadap AS dan sekutunya. Kehadiran armada perang dari ketiga negara besar di perairan strategis seperti Laut Oman juga dapat memicu ketegangan lebih lanjut dengan negara-negara Barat.


Sementara itu, hasil perundingan Ukraina-AS masih belum jelas. Beberapa analis memperkirakan bahwa dengan menurunnya dukungan AS terhadap Ukraina, posisi Kyiv dalam negosiasi dengan Rusia bisa semakin lemah. Ada pula kekhawatiran bahwa kebijakan Trump yang lebih ramah terhadap Moskow dapat menghasilkan kesepakatan damai yang tidak menguntungkan bagi Ukraina.


Andriy Yermak mengungkapkan bahwa ia telah berbicara dengan Penasihat Keamanan Nasional AS Mike Waltz dan "menyepakati pertemuan tim kami dalam waktu dekat." Namun, masih belum jelas bagaimana AS akan menyeimbangkan kebijakan mereka dalam perang ini.(des*)