Volatilitas Pasar Tinggi, OJK Soroti Dampak Ketidakpastian Ekonomi -->

Iklan Cawako Sawahlunto

Volatilitas Pasar Tinggi, OJK Soroti Dampak Ketidakpastian Ekonomi

Selasa, 04 Maret 2025
Ketua OJK soal Stablitas Jasa Keuangan


Jakarta – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menegaskan bahwa sektor jasa keuangan tetap stabil meskipun menghadapi tantangan dari perubahan kondisi ekonomi global maupun domestik.


Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar, menyampaikan hal ini dalam konferensi pers usai Rapat Dewan Komisioner (RDK) Bulanan yang berlangsung pada 26 Februari 2025.


1. Pasar Masih Bergejolak

Mahendra menambahkan bahwa meskipun volatilitas pasar masih tinggi akibat ketidakpastian kebijakan ekonomi dan kondisi geopolitik, Indonesia tetap menunjukkan ketahanan ekonomi yang baik, terlihat dari surplus neraca perdagangan yang terus meningkat.


Pada Januari 2025, Indonesia mencatat surplus perdagangan sebesar USD 3,45 miliar, meningkat 71 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year).


Namun demikian, OJK tetap mencermati kondisi pertumbuhan ekonomi global yang stagnan, sementara inflasi menunjukkan tren penurunan.


2. Upaya Penguatan Ketahanan Ekonomi

Untuk memperkuat ketahanan ekonomi dalam menghadapi tantangan global, OJK mendukung implementasi Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 2025 yang merevisi aturan terkait Devisa Hasil Ekspor dari Sumber Daya Alam (DHE SDA) yang sebelumnya diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 36 Tahun 2023.


Kebijakan ini diharapkan dapat meningkatkan cadangan devisa nasional.


OJK menegaskan bahwa perbankan harus memastikan kelengkapan dokumen dalam pemanfaatan DHE SDA.


"Dalam kebijakan yang telah disampaikan, dana DHE SDA dapat dijadikan sebagai agunan tunai, asalkan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam POJK terkait kualitas aset untuk Bank Umum, Bank Syariah, serta pengawasan LPEI," jelasnya.


3. Dampak Ketidakpastian Ekonomi Global Terhadap Pasar Keuangan

OJK juga menyoroti fluktuasi pasar akibat ketidakpastian ekonomi global yang masih tinggi.


Mahendra menjelaskan bahwa situasi ini dipengaruhi oleh dinamika geopolitik dan kebijakan ekonomi negara-negara besar, terutama kebijakan tarif perdagangan Amerika Serikat.


"Pasar masih mengalami volatilitas tinggi akibat ketidakpastian kebijakan ekonomi dan geopolitik yang terus berkembang," kata Mahendra dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Komisioner Bulanan (RDKB) OJK di Jakarta.


Di Amerika Serikat, kebijakan perdagangan Presiden Donald Trump semakin mengarah pada penerapan tarif baru terhadap impor dari negara mitra dagang seperti Kanada dan Meksiko.


4. Inflasi di Amerika Serikat

Mahendra juga mengungkapkan bahwa tingkat inflasi di Amerika Serikat masih cukup tinggi. Pada Januari 2025, inflasi inti (CPI) di negara tersebut tercatat sebesar 3,3 persen.


Dari sisi geopolitik, OJK menilai konflik antara Rusia dan Ukraina belum menunjukkan tanda-tanda penyelesaian meskipun berbagai pertemuan tingkat tinggi telah digelar.


Secara khusus, Mahendra menyoroti pertemuan terbaru antara Presiden Donald Trump dan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky yang belum menghasilkan kesepakatan konkret.


5. Tantangan Ekonomi di China

Di sisi lain, perekonomian China menghadapi tantangan tersendiri dengan tingkat inflasi yang rendah di angka 0,5 persen dan indeks harga produsen yang terus mengalami kontraksi.


Meskipun Purchasing Managers' Index (PMI) sektor manufaktur masih dalam zona ekspansi, angkanya turun menjadi 50,1 persen, lebih rendah dari ekspektasi pasar.


"Selain itu, China juga memperketat regulasi ekspor Rare Earths, yang berpotensi mempengaruhi perkembangan industri teknologi global," pungkas Mahendra.(BY)