![]() |
Bendungan Irigasi yang jebol di Surau Bungo Tanjuang, Korong Sikilie, Nagari Lurah Ampalu, VII Koto, Padang Pariaman (foto.tangkapan layar video Rommy Tanjung) |
Padang Pariaman - Sepuluh tahun sudah, Bendungan Irigasi Surau Bungo Tanjuang dibiarkan rusak tanpa sentuhan perbaikan. Akibatnya, lebih dari ratusan hektare sawah di Korong Sikilie, Nagari Lurah Ampalu, Kecamatan VII Koto Sungai Sariak, berubah menjadi lahan mati.
Kapalo Banda Surau Bungo Tanjuang yang dibangun era Orde Baru ini, dulunya jadi tulang punggung pertanian masyarakat. Bahkan, salurannya menjangkau hingga wilayah Pariaman Timur, Kota Pariaman.
Namun sejak jebol akibat banjir pada 2015, lahan produktif berubah jadi tanah keras yang hanya sanggup ditanami jagung dan palawija. Harapan masyarakat petani pun ikut terguncang bersama runtuhnya bendungan.
Mirisnya memang, telah berupaya pelaporan dan desakan kepada Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Padang Pariaman, belum membuahkan hasil maksimal. Hanya ada pembuatan saluran di sisi barat bendungan. Itupun dinilai tidak efektif dan jauh dari harapan masyarakat setempat, sedangkan Bendungannya ndak diawai.
“Sudah sepuluh tahun lebih, belum ada tanda-tanda perbaikan kembali. Kami mohon kepada Pemkab Padang Pariaman dibawah kepemimpinan Bupati John Kenedy Azis, yang menggaungkan perbaikan irigasi putus, perbaikan jembatan putus dan perbaikan infrastruktur lainnya," kata Rommy Tanjung, tokoh masyarakat setempat berharap.
Menurutnya, jikalau perbaikan dan pembenahan Bendungan Irigasi yang jebol tersebut, tentu akan berpengaruh kepada peningkatan hasil pertanian, terutama sektor padi.
"Kalau tidak demikian, ketahanan pangan yang diharapkan hanya sebatas omongan saja. Oleh sebab itu, kiranya Pemkab Padang Pariaman dan Provinsi Sumbar melakukan revitalisasi kepada Irigasi di kampuang kami ini," kata Rommy.
Ia tambahkan bahwa lahan pertanian di sini sudah mati, dan penderitaan petani sawah makin menjadi-jadi serta kecewa.
Rommy menegaskan bahwa keberadaan bendungan sangat vital bagi keberlangsungan hidup ribuan petani. Kini, nasib mereka terkatung-katung tanpa kepastian, sementara ratusan hektare sawah yang dulu subur kini tinggal kenangan.
“Jangan tunggu sampai semuanya benar-benar mati total. Ini tanggung jawab bersama, demi ketahanan pangan dan keberlangsungan ekonomi rakyat,” tegasnya kepada awak media ini melalui saluran pesan Messegger.
Masyarakat berharap, suara ini tidak lagi diabaikan. Tentu, sawah yang mati hari ini adalah ancaman nyata bagi masa depan pangan daerah dan kesejahteraan petani.
Sementara itu, Wali Nagari Lurah Ampalu, VII Koto, Ais Syuria, yang dihubungi Wartawan fajarsumbar.com pada Selasa siang (15/4/2025) mengakui bahwa jebol Bendungan Irigasi Bungo Tanjuang tersebut.
"Tempo hari memang telah dilakukan survey ketika Bupati Suhatri Bur. Lantaran biaya pembangunan kembali cukup besar mencapai Rp 1 Milyar, sedangkan dana tersedia Rp 400 juta maka dipergunakan membuat saluran irigasi saja," terang Ais Syuria.
Ia menambahkan dari pada dana dialihkan ke tempat lain oleh pihak Dinas PUPR, maka dikerjakan juga untuk saluran irigasi tersebut.
"Banda Irigasi dibuek, nan Bendungannya tidak dibangun kembali secara permanen. Aneh juo ndak," kata Wali Nagari Lurah Ampalu itu sambil tersenyum.
Namun demikian, ia berharap benar kiranya Kapalo Banda Surau Bungo Tanjung ini ditanggulangi secepatnya oleh Pemkab Padang Pariaman, sebab menyangkut kepada hajat warga petani di kawasan Sikilie ini. (saco).