Bukan sekadar kebiasaan, metode penyemprotan konvensional kini menjadi titik rawan yang menyimpan risiko jangka panjang.
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa paparan pestisida berulang bisa memicu gangguan kesehatan serius—dari iritasi mata, tenggorokan gatal, hingga masalah pencernaan.
Beberapa jenis pestisida bahkan dikaitkan dengan peningkatan risiko kanker, efek yang mirip dengan dampak merokok aktif.
Yang lebih mengkhawatirkan, banyak petani tak menyadari bahwa merokok saat menyemprot justru mempercepat penyerapan racun ke dalam tubuh.
Asap rokok membuka jalan bagi zat kimia berbahaya masuk lebih dalam ke sistem pernapasan, memperparah efek toksik dan meningkatkan risiko keracunan.
Teknologi Jadi Pelindung Nyata
Munculnya teknologi drone pertanian menjadi secercah harapan untuk melindungi petani dari paparan langsung bahan kimia. Nofrins Napilus, pegiat teknologi pertanian yang aktif memperkenalkan penggunaan drone di berbagai wilayah, melihat ini sebagai langkah konkret menuju pertanian yang lebih aman dan cerdas.
“Drone ini bukan sekadar alat semprot otomatis. Ini adalah perisai kesehatan bagi para petani. Kita masih melihat banyak yang menyemprot sambil merokok, tanpa masker, tanpa perhatikan arah angin. Itu sangat berbahaya,” jelas Nofrins kepada wartawan di Alahan Panjang, Selasa (29/4/2025).
Teknologi ini memungkinkan penyemprotan lebih efisien dan merata, sekaligus mengurangi kontak langsung petani dengan pestisida. Dalam praktiknya, drone mampu menghemat hingga 30% penggunaan pestisida dan pupuk, sekaligus meningkatkan hasil panen karena aplikasi lebih presisi.
Namun, Nofrins menggarisbawahi bahwa efektivitas drone tergantung jenis tanaman dan kondisi lahan. Untuk tanaman besar seperti padi dan jagung, drone sangat efektif. Tetapi untuk tanaman kecil seperti cabai dan tomat, tekanan angin dari drone masih menjadi tantangan tersendiri.
Perubahan yang Perlu Didukung
Langkah awal sudah terlihat di Kabupaten Solok, Sumatera Barat. Para petani mulai menerima pelatihan dan dukungan dari pemerintah daerah untuk mengadopsi drone.
Sebagai salah satu sentra produksi bawang merah nasional, Solok menjadi contoh bagaimana inovasi bisa berjalan beriringan dengan pelestarian kesehatan petani.
Kini, pertanyaannya bukan lagi sekadar soal teknologi, tapi soal kepedulian bersama. Akankah kita membiarkan petani terus bekerja dalam risiko, atau mulai menyiapkan ekosistem pertanian yang lebih manusiawi?
Karena pada akhirnya, pangan sehat tak akan pernah terwujud tanpa petani yang sehat pula. (*)