PP Muhammadiyah Larang Tren Gelar Profesor Kehormatan di PTMA -->

Iklan Muba

PP Muhammadiyah Larang Tren Gelar Profesor Kehormatan di PTMA

Jumat, 11 April 2025

 

Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir. 




Jakarta – Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Haedar Nashir, menegaskan seluruh Perguruan Tinggi Muhammadiyah dan 'Aisyiyah (PTMA) tidak diperbolehkan memberikan gelar profesor kehormatan kepada siapa pun.

“Dari Pimpinan Pusat Muhammadiyah, kami mengimbau agar PTMA tidak mengikuti tren pemberian gelar profesor kehormatan. Gelar profesor merupakan jabatan akademik yang melekat pada profesi dan institusi, bukan sekadar penghargaan,” ujar Haedar saat memberikan sambutan pengukuhan Rektor Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP), Jebul Suroso, sebagai Guru Besar di bidang Manajemen Keperawatan. Acara tersebut berlangsung di Auditorium Ukhuwah Islamiyah UMP, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, pada Kamis (10/4/2025).

Meski belum diterbitkan dalam bentuk surat keputusan resmi, Haedar berharap pernyataan ini dapat dipandang sebagai arahan langsung dari Ketua Umum PP Muhammadiyah demi menjaga integritas dan reputasi PTMA.

Ia menyampaikan bahwa saat ini sudah ada 431 dosen PTMA yang menyandang gelar profesor.

“Dengan semakin banyaknya guru besar, kita harapkan dampaknya terasa pada peningkatan mutu, daya saing, serta peran strategis PTMA dalam dunia pendidikan tinggi nasional,” tuturnya.

Haedar juga menjelaskan bahwa terdapat 20 PTMA yang kini telah memiliki fakultas kedokteran, dengan 14 di antaranya telah meraih akreditasi unggul. Sementara itu, PTMA yang belum mencapai akreditasi tersebut masih diperbolehkan membuka fakultas kedokteran, khususnya di luar wilayah Jawa.

“Kalau nanti seluruhnya mencapai akreditasi unggul, maka mutu institusi harus selaras dengan peningkatan kualitas dalam menjalankan catur dharma perguruan tinggi. Ini penting demi mencerdaskan bangsa dan memperkuat kontribusi dalam pembangunan peradaban,” lanjutnya.

Ia menyoroti perlunya peningkatan kualitas pendidikan tinggi di Indonesia, mengingat belum ada PTN maupun PTMA yang berhasil menembus 200 besar peringkat universitas dunia.

“Universitas Indonesia saja ada di posisi 206, sedangkan lainnya berkisar antara peringkat 300 hingga di bawah 1.000. PTMA masih berada di sekitar peringkat 1.200. Bandingkan dengan Malaysia yang memiliki tiga universitas di jajaran 200 besar, termasuk Universiti Malaya yang berada di posisi 65,” ungkap Haedar.

Ia juga mencatat bahwa beberapa universitas dari Timur Tengah, seperti dari Arab Saudi, Qatar, dan Uni Emirat Arab, sudah masuk peringkat 200 besar dunia. Bahkan, Brasil dan Meksiko dari kawasan Amerika Latin pun mampu bersaing di tingkat global.

“Ini menandakan bahwa kita perlu bekerja lebih keras untuk bisa mencapai standar universitas kelas dunia. Di dalam negeri mungkin kita merasa besar, tapi di panggung internasional kita masih tertinggal jauh,” pungkasnya. (des*)