Kurang Infrastruktur, Kapal Berbahan Bakar LNG Belum Efisien di Indonesia -->

Iklan Muba

Kurang Infrastruktur, Kapal Berbahan Bakar LNG Belum Efisien di Indonesia

Kamis, 29 Mei 2025
Pelaku usaha transportasi maritim membutuhkan insentif dalam menurunkan emisi. 


Jakarta – Sektor transportasi laut dinilai memerlukan dukungan berupa insentif agar transisi ke bahan bakar yang lebih ramah lingkungan seperti LNG (Liquefied Natural Gas) bisa terealisasi. Pembangunan ekosistem pendukung menjadi kunci utama, yang saat ini masih minim dan butuh intervensi pemerintah.

Eka Suhendra, Direktur Perencanaan Bisnis PT Pertamina International Shipping, menjelaskan bahwa upaya pengurangan emisi di industri pelayaran dapat dilakukan melalui pergantian bahan bakar dari Marine Fuel Oil (MFO) atau solar ke LNG. Namun, menurutnya, transisi ini belum bisa optimal karena belum terbentuknya infrastruktur pendukung dan harga LNG yang masih tergolong mahal.

"Langkah penggantian bahan bakar bisa efektif jika disertai insentif pemerintah. Kita lihat pada mobil listrik, insentif berupa pajak rendah dan fasilitas lainnya mampu mendorong adopsi. Nah, apakah skema serupa bisa diterapkan untuk kapal berbahan bakar LNG? Itu yang perlu dipertimbangkan," ungkap Eka dalam gelaran Info Maritime Week (IMW) 2025, Rabu (28/5/2025).

Pertamina, kata Eka, sebenarnya telah mulai membangun armada kapal yang menggunakan LNG. Namun tantangan utama adalah keterbatasan fasilitas pengisian bahan bakar LNG (LNG bunkering) di Indonesia, sehingga operasional kapal menjadi tidak efisien.

"Kami mencoba memulai dengan menyediakan kapalnya dulu. Tapi kalau fasilitas isi ulang LNG belum tersedia di jalur pelayaran kami, tentu akan menyulitkan. Belum adanya LNG bunkering hub di Indonesia menjadi hambatan nyata," tambahnya.

Sementara itu, Faty Khusumo selaku Wakil Ketua Asosiasi Pemilik Kapal Indonesia mengungkapkan bahwa perhatian pemerintah selama ini lebih banyak diarahkan pada transportasi darat dalam hal penurunan emisi. Menurutnya, sektor laut juga perlu diberi perhatian yang sama karena memiliki potensi besar dalam transisi energi.

"Jangan hanya satu solusi yang dikedepankan. Untuk kapal, kita perlu alternatif bahan bakar yang sesuai dengan kondisi geografis dan logistik Indonesia. LNG bisa menjadi pilihan transisi yang ideal. Tapi pertanyaannya siapa yang akan memulai, dan bagaimana memulainya?" jelas Faty.

Ia menambahkan bahwa membangun ekosistem maritim yang berkelanjutan seperti halnya teka-teki ayam dan telur—perlu diputuskan mana yang harus dimulai terlebih dahulu, infrastruktur atau permintaan pasar.(BY)