![]() |
. |
Padang, fajarsumbar.com – Tragedi meninggalnya Desi Erianti, warga Kota Padang yang diduga ditolak saat mengadu ke RSUD dr Rasidin, telah mengguncang kepercayaan publik terhadap sistem pelayanan kesehatan di ibu kota Sumatera Barat ini.
Insiden tersebut tak hanya menyisakan duka, tetapi juga amarah dan kekecewaan. Kasus ini kini resmi memasuki meja pengawasan DPRD Kota Padang dan menjadi sinyal bahaya atas rapuhnya sistem yang seharusnya melindungi warga dalam situasi genting.
Senin (2/6/2025), Komisi IV DPRD Padang memanggil manajemen RSUD dr Rasidin dan BPJS Kesehatan untuk dimintai klarifikasi. Dalam rapat tertutup yang berlangsung di gedung dewan itu, sejumlah anggota DPRD menyampaikan kritik keras dan mempertanyakan integritas serta sensitivitas tenaga medis terhadap kondisi darurat.
Direktur RSUD dr Rasidin, dr Desy Susanty, M.Kes, dalam pernyataannya menampik adanya penolakan. Ia menyebut pasien telah diperiksa sesuai prosedur medis dan tidak menunjukkan tanda-tanda kronis, sehingga hanya disarankan rawat jalan.
“Pemeriksaan dilakukan menyeluruh. Pasien tidak anemis, tidak kuning, paru-paru normal, irama jantung reguler, hanya batuk ringan. Maka dokter menyarankan pulang tanpa obat karena tidak masuk kategori darurat yang ditanggung BPJS,” jelas dr Desy.
Namun, jawaban ini tak diterima mentah-mentah oleh para legislator. Wakil Ketua DPRD Padang, Mastilizal Aye, menilai penjelasan pihak rumah sakit tidak masuk akal.
“Ini pasien datang tengah malam ke IGD. Apa masuk akal dia datang hanya karena batuk ringan? Lalu disuruh pulang tanpa obat? Ini bukan hanya soal prosedur, ini soal rasa kemanusiaan,” serunya dengan nada tinggi.
Anggota Komisi IV DPRD, Muhammad Khalidi Al Khair, bahkan menyebut pendekatan RSUD terlalu birokratis dan menanggalkan esensi pelayanan. “Kalau semua didekati dengan hitung-hitungan anggaran dan regulasi, di mana tempatnya kemanusiaan? Untuk apa negara dan BPJS kalau rakyat tetap tak dijamin saat butuh?” katanya.
Pernyataan dr Desy yang menyebut obat tidak diberikan karena tidak ditanggung BPJS juga dipertanyakan. Khalidi mendesak BPJS hadir dengan sikap tegas, bukan sekadar menjadi pembenaran birokrasi pelayanan kesehatan.
Perwakilan BPJS yang hadir dalam rapat mencoba menjelaskan bahwa program BPJS di Padang telah menjamin puluhan ribu warga, dan sistem jaminan kesehatan nasional tetap berjalan sebagaimana mestinya.
“Tidak boleh ada warga yang merasa ditelantarkan. Pemerintah Kota Padang sudah memberikan jaminan penuh bagi warganya berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003. Ini amanah konstitusi,” tegasnya.
Ia juga menyoroti pentingnya kualitas SDM di layanan garda terdepan. “Nakes harus cepat tanggap, berpengalaman, dan tidak hanya terpaku pada protokol baku. Karena dalam layanan kesehatan, keterlambatan atau kesalahan kecil bisa berujung pada kehilangan nyawa.”
Ketua DPRD Kota Padang, Muharlion, bersama sejumlah anggota dewan seperti Osman Ayub, Rusdi, Erianto (Demokrat), Mulyadi (PKS), Iskandar, dan lainnya, turut hadir dan menyatakan keprihatinan mendalam atas kasus ini.
Mastilizal Aye pun menutup pertemuan dengan pernyataan tegas. “Ini bukan hanya tentang satu nyawa. Ini adalah alarm keras bagi sistem layanan kesehatan di Kota Padang. Kalau masyarakat takut datang ke rumah sakit karena takut tak dilayani, berarti ada yang salah dalam sistem kita. Dan itu harus dibenahi segera," ujarnya tegas.
Komisi IV DPRD Padang memastikan akan mengawal kasus ini hingga terang benderang, termasuk menggali potensi kelalaian, pelanggaran prosedur, hingga unsur pidana. Tragedi ini diharapkan menjadi titik balik dalam pembenahan sistem kesehatan yang lebih berpihak pada rakyat.(Ab)