![]() |
Masjid Raya Baitusysyakur, Sungai Jodoh, Kota Batam Kepulauan Riau |
Batam - Berdiri megah di tengah hiruk pikuk kota Batam, Masjid Raya Baitusysyakur bukan sekadar tempat ibadah. Masjid bercat hijau di Jalan Imam Bonjol No. 1, Sungai Jodoh, Batu Ampar, ini menyimpan sejarah panjang dan kisah mistis yang tak lekang dimakan waktu.
Masjid ini tak asing bagi warga Kota Batam. Bahkan, namanya sempat mencuat hingga ke tingkat nasional, menyusul insiden penyerangan seorang ustaz oleh orang tak dikenal beberapa tahun silam. Namun, di balik peristiwa itu, ada kisah lebih dalam yang jarang diketahui publik. Yakni kisah tentang perubahan wajah masjid dan tujuh makam tua yang misterius di dalamnya.
Dari Kayu ke Kubah Megah
Masjid Raya Baitusysyakur mulai dibangun pada era 1980-an, awalnya berdiri dengan struktur kayu sederhana. Lokasinya pun berada di kawasan perbukitan, sebelum berkembang menjadi salah satu titik strategis di jantung kota. Seiring waktu, masjid ini bertransformasi menjadi bangunan modern yang berdiri tegak di antara gedung-gedung tinggi, hotel, dan pusat pelayanan umum.
Kini, masjid seluas 900 meter persegi itu mampu menampung hingga 5.000 jemaah. Dengan fasilitas parkir luas dan akses yang mudah, Baitusysyakur juga menjadi destinasi wisata religi favorit di Batam.
Misteri Tujuh Makam Tua
Di balik kemegahan bangunan, tersimpan teka-teki sejarah: tujuh makam tua yang berada di dalam kompleks masjid. Diperkirakan makam-makam ini telah berusia lebih dari 200 tahun, namun hingga kini, identitas penghuninya masih menjadi misteri.
Andi, Ketua Harian Masjid Raya Baitusysyakur, mengungkapkan bahwa tidak ditemukan petunjuk pada nisan makam-makam tersebut. “Kami sempat mencoba menelusuri jejaknya, tapi tidak ada artefak atau tulisan yang bisa dijadikan rujukan,” kata Andi.
Dahulu, kawasan masjid adalah area pemakaman umum. Saat pembangunan masjid berlangsung, sebagian makam dipindahkan ke Taman Pemakamam Umum (TPU) Langgeng, Sungai Panas. Namun, tujuh makam ini dibiarkan tetap di tempat, karena diyakini merupakan tokoh penting.
Upaya pemindahan makam sempat dilakukan. Tapi anehnya, setiap kali alat berat dikerahkan, selalu saja mengalami gangguan. Mesin mendadak mati, atau pekerjaan terganggu oleh hal-hal di luar nalar. “Akhirnya kami memutuskan untuk membiarkannya. Mungkin ini sudah kehendak Allah,” ujar Andi.
Pengunjung dari Batam hingga Singapura
Hingga kini, masyarakat Kampung Tua Tanjung Uma meyakini bahwa tujuh makam tersebut adalah leluhur mereka. Tak heran jika setiap bulan Ramadan, banyak warga datang untuk berziarah. Bahkan, peziarah dari Tembesi hingga Singapura pun kerap menyempatkan diri datang, mengaku memiliki hubungan dengan penghuni makam.
Meski belum jelas siapa sosok di balik makam tua itu, pihak masjid tetap membuka ruang bagi siapa pun untuk berziarah. Asalkan tetap menjaga kebersihan dan ketertiban.
Dari Kampung Tua Menuju Simbol Kota
Menurut penuturan warga lama, kawasan Sungai Jodoh dulunya masuk wilayah Tanjung Uma. Maka, tak heran jika makam-makam itu dianggap sebagai milik para pendiri kampung tua. Keberadaan makam tua ini menambah daya tarik spiritual Masjid Raya Baitusysyakur, menjadikannya lebih dari sekadar bangunan ibadah.
Hari ini, Baitusysyakur menjadi simbol kebanggaan masyarakat Batam. Masjid yang dulunya hanya bangunan kayu sederhana, kini berdiri anggun sebagai saksi bisu perjalanan waktu. Yakni menyatukan sejarah, spiritualitas, dan misteri dalam satu atap. sumber; Tribun (saco).