Tradisi Mandi Balimau -->

Iklan Atas

Tradisi Mandi Balimau

Selasa, 31 Mei 2022

Oleh : Audia Nesty 

(Mahasiswi Unand Fak. Ilmu Budaya, Jurusan Sastra Minangkabau)



Mandi Balimau – Berbicara mengenai Sumatera Barat, salah satu hal yang paling relevan untuk dikaitkan dengan provinsi ini adalah Budaya dan Adat yang ada di sana. Jumlahnya sangat banyak dan sudah ada sejak zaman dahulu, salah satunya adalah Tradisi Mandi Suci/Balimau di Minangkabau.


Mandi bukan hanya sekadar mandi biasa, namun tradisi ini memiliki syarat dan aturan, dan juga sangat terkenal di ranah Minang.


Balimau adalah tradisi mandi menggunakan jeruk nipis yang berkembang di kalangan masyarakat Minangkabau dan biasanya dilakukan pada kawasan tertentu yang memiliki aliran sungai dan tempat pemandian. Diwariskan secara turun temurun, tradisi ini dipercaya telah berlangsung selama berabad-abad.


Tradisi Mandi Balimau

Secara umum, Arti Mandi Balimau adalah kegiatan mandi bersama di sungai tempat pemandian yang beraliran deras, menggunakan jeruk nipis untuk membersihkan seluruh anggota badan bagian luar, dalam rangka mensucikan diri sebelum memasuki bulan Ramadhan.


Tradisi Di Sumatera Barat yang satu ini sangat terkenal dan tumbuh serta berkembang di daerah-daerah tertentu. Menurut cerita yang beredar di masyarakat, tradisi ini sudah berusia tua dan telah ada sejak ratusan tahun yang lalu. Hingga sekarang, tradisi ini masih selalu dilakukan oleh masyarakat Minang, sembari menjaga eksistensinya.


Berkaca dari asal-usul dan Sejarah Mandi Balimau ini, masyarakat Minang di zaman dahulu melakukan tradisi ini memang semata-mata untuk membersihkan diri, sebelum memasuki bulan Puasa. Namun kini, seiring perkembangan zaman, momen ini dijadikan untuk pergi main-main ke tempat wisata.


Alasan mengapa orang Minang di zaman dahulu menggunakan Jeruk karena, ketika itu belum ada sabun mandi. Maka mereka memilih jeruk karena juga berkhasiat mengangkat kotoran, minyak dan keringat di badan. Tradisi Mandi Taubat ini juga terdapat di Provinsi Lampung dan Riau.


Tata Cara Mandi Balimau

Jika berbicara mengenai syarat yang sesuai dengan tradisi sejak zaman dahulu, Mandi Suci ini yang dilakukan oleh masyarakat Minangkabau memiliki tata cara tersendiri sebelum melaksanakannya. Diantaranya adalah sebagai berikut:


Membaca bacaan niat Mandi Balimau dan meluruskan hati, bahwa hal ini dilakukan semata-mata memang untuk membersihkan diri dan mensucikan jiwa mengguyurkan air yang sebelumnya sudah dicampur dengan jeruk nipis, rempah-rempah dan ramuan bunga ke sekujur badan menggosok seluruh bagian badan hingga dirasa sudah bersih.


Yakin pada diri sendiri bahwa kita melaksanakan tradisi ini bukan menantang hukum agama, melainkan untuk bersih-bersih saja. Di awal-awal kemunculannya dahulu, masyarakatnya akan melaksanakan kegiatan ini dengan terlebih dahulu menentukan lokasi pemandian. Kemudian 2-3 hari sebelum memasuki bulan suci Ramadhan, mereka akan berbondong-bondong untuk mandi, dengan menerapkan batasan-batasan tertentu, misalnya tidak mencampurkan yang bukan muhrim.


Di sisi lain, manfaat mandi balimau ini juga dijadikan ajang dalam bersyukur kepada Allah SWT, karena masih diberi kesehatan dan kesempatan untuk bisa menjalani ibadah puasa lagi. Selain itu, juga untuk mempererat silaturahmi antar sesama muslim di Minangkabau.


Namun,Zaman sekarang, orang-orang melaksanakan tradisi Mandi Balimau ini secara berbondong-bondong dan bercampur aduk dalam satu tempat pemandian, bahkan beda jenis kelamin dan belum muhrim.


Ini yang jadi masalah. Para muda-mudi yang tidak tahu bagaimana sejarah tradisi ini, akhirnya merusak eksistensi budaya yang sudah sangat tua. Mereka bahkan kadang mencari lokasi pemandian yang jauh dari pemukiman, kemudian bercampur aduk dalam satu tempat.


Di sisi lain, Mandi Balimau juga dimanfaatkan sebagian orang untuk pergi ke sungai untuk mandi, namun tujuannya bukan sebagai ajang pembersihan diri, melainkan pergi bertamasya, membawa pacar dan lainnya, sehingga akhirnya begitu melenceng dari ajaran Islam.


Mandi Balimau tersebut bukanlah termasuk sunnah Rasulullah, melainkan hanya sebagai tradisi semata yang memiliki nilai filosofis yang tinggi bagi masyarakat pelalawan dan sekitarnya. Selain momen membersihkan diri secara zahir.


Mandi Balimau juga merupakan momentum untuk menjalin silaturrahmi dan acara saling maaf memaafkan dalam rangka menyambut tamu agung yaitu Syahru Ramadan Syahrus Siyam, jadi bukanlah sebuah keyakian yang memiliki dalil naqli secara qat'i. Tapi ini lebih kepada sebuah adat yang bersendikan syara' (Syariat Islam) syara' bersandikan Kitabullah yang secara filosifisnya tidak bertentangan dengan ajaran Islam.


Tidak dapat kita pungkiri bahwa kemajuan zaman hari ini secara langsung maupun tidak memberikan dampak negative terhadap kehidupan kita dalam kerangka adat istiadat, banyak terjadi distorsi sejarah, salah interpretasi terhadap nilai-nilai adat yang telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam kehidupan kita, termasuk mandi Balimau.


Bisa kita lihat dari tahun ketahun kegiatan mandi Balimau telah dinodai dengan tindakan yang yang berseberangan dengan syariat islam diantaranya berhura-hura, berboncengan laki-laki dan perempuan yang bukah muhrim, mandi massal yang bercampur antara laki-laki dan perempuan, mabuk-mabukan sampai kepada musik yang menjauhkan masyarakat dari mengingat Allah SWT.


Padahal dulunya, tradisi ini merupakan hal yang tergolong urgen dan sakral. Sebelum memasuki bulan puasa atau sebelum magrib, anak kemenakan dan menantu atau juga yang tua serta murid akan mendatangi orang tua, mertua, mamak (paman), kepala adat, atau guru ngaji mereka datang dalam rangka meminta maaf menjelang masuk bulan suci Ramdhan.


Beriringnya zaman masyarakat sangat menyalahgunakan tradisi ini,kalau di zaman dahulu masyarakat akan mandi di sungai yang mengalir di tempat sekitarnya namun beda hal nya dengan sekarang yang malah berbondong-bondong mencari tempat pemandian bahkan yang jaraknya jauh dari rumah.


Oleh sebab itu banyak orang mendapat musibah sebelum puasa karena sebelum menyambut bulan suci Ramadhan orang Minang ataupun yang lainnya akan mengadakan acara membantai (pemotongan kerbau/sapi) karena ini dilarangnya untuk kita bepergian. Karena masyarakat minang percaya akan celaka berjalan jauh ketika mau bulan puasa datang. (***)